Ki Hajar Dewantara atau bernama asli,
R.M. Soewardi Soerjaningrat merupakan Bapak Pendidikan Nasional. Akar
pendidikan Ki Hajar Dewantara menempatkan kemerdekaan sebagai syarat dan juga
tujuan membentuk kepribadian serta kemerdekaan batin bangsa Indonesia agar
peserta didik selalu kokoh berdiri membela perjuangan bangsanya. Pemikiran Ki
Hajar Dewantara sangat maju, terutama kepada kalangan bumiputra saat itu
menjadikan ia sebagai tokoh nasional yang sangat berpengaruh dalam dunia
pendidikan kita. Sebagai tokoh yang hidup dalam masa penjajahan kolonial, Ki
Hajar Dewantara tentu turut merasakan pendidikan kolonial Belanda yang
menjatuhkan martabat bumiputra. Karenanya, bagi Ki Hajar Dewantara, pendidikan
haruslah memerdekakan kehidupan manusia. Pendidikan mesti disandarkan pada
penciptaan jiwa merdeka, cakap dan berguna bagi masyarakat. Yang paling saya
ingat dari ajaran beliau adalah: Ing ngarso sung tulodho, Ing Madyo Mangun
Karso, dan tutwuri Handayani
Pendidikan dengan sistem among yang
telah digagas oleh Ki Hajar Dewantara sebelumnya membawa pembaruan pada
pendidikan abad ke 21. Pembelajaran abad ke 21 peserta didik dituntut mampu
merancang dan mengembangkan pengalaman belajar baik secara manual maupun
digital untuk mendorong peserta didik agar memiliki keterampilan berpikir
kreatif. Relevansi pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara pada abad ke 21
tercermin dalam kurikulum merdeka saat ini.
Mengawali refleksi filosifis Pendidikan Indonesia, Marilah kita simak video "Pendidikan Zaman Kolonial" di bawah ini. kita dapat melihat perjalanan Pendidikan Indonesia sebelum kemerdekaan dan peran sekolah Taman Siswa sejak pendiriannya di tahun 1922.
Asas Pendidikan Ki Hadjar
Dewantara
Ki Hadjar Dewantara (KHD)
membedakan kata Pendidikan dan Pengajaran dalam memahami arti dan tujuan
Pendidikan. Menurut KHD, pengajaran (onderwijs) adalah bagian dari
Pendidikan. Pengajaran merupakan proses Pendidikan dalam memberi ilmu atau
berfaedah untuk kecakapan hidup anak secara lahir dan batin. Sedangkan
Pendidikan (opvoeding) memberi tuntunan terhadap segala kekuatan
kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan
yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota
masyarakat. Jadi menurut KHD (2009), “pendidikan dan pengajaran merupakan usaha
persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan hidup manusia, baik dalam
hidup bermasyarakat maupun hidup berbudaya dalam arti yang seluas-luasnya”.
Pendidikan
adalah tempat persemaian benih-benih kebudayaan dalam masyarakat. KHD memiliki
keyakinan bahwa untuk menciptakan manusia Indonesia yang beradab maka
pendidikan menjadi salah satu kunci utama untuk mencapainya. Pendidikan dapat
menjadi ruang berlatih dan bertumbuhnya nilai-nilai kemanusiaan yang dapat
diteruskan atau diwariskan.
Dasar-Dasar
Pendidikan
Ki
Hadjar menjelaskan bahwa tujuan pendidikan yaitu: "menuntun segala kodrat
yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan
yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat.
Oleh sebab itu, pendidik itu hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya
kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup
dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak”
Dalam
menuntun laku dan pertumbuhan kodrat anak, KHD mengibaratkan peran pendidik
seperti seorang petani atau tukang kebun. Anak-anak itu seperti biji tumbuhan
yang disemai dan ditanam oleh pak tani atau pak tukang kebun di lahan yang
telah disediakan. Anak-anak itu bagaikan bulir-bulir jagung yang ditanam. Bila
biji jagung ditempatkan di tanah yang subur dengan mendapatkan sinar matahari
dan pengairan yang baik maka meskipun biji jagung adalah bibit jagung yang
kurang baik (kurang berkualitas) dapat tumbuh dengan baik karena perhatian dan
perawatan dari pak tani. Demikian sebaliknya, meskipun biji jagung
itu disemai adalah bibit berkualitas baik namun tumbuh di lahan yang gersang
dan tidak mendapatkan pengairan dan cahaya matahari serta ‘tangan dingin’ pak
tani, maka biji jagung itu mungkin tumbuh namun tidak akan optimal.
Dalam
proses ‘menuntun’ anak diberi kebebasan namun pendidik sebagai ‘pamong’ dalam
memberi tuntunan dan arahan agar anak tidak kehilangan arah dan membahayakan
dirinya. Seorang ‘pamong’ dapat memberikan ‘tuntunan’ agar anak dapat menemukan
kemerdekaannya dalam belajar.
KHD
juga mengingatkan para pendidik untuk tetap terbuka namun tetap waspada
terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, “waspadalah,
carilah barang-barang yang bermanfaat untuk kita, yang dapat menambah kekayaan
kita dalam hal kultur lahir atau batin. Jangan hanya meniru. Hendaknya barang
baru tersebut dilaraskan lebih dahulu”. KHD menggunakan ‘barang-barang’
sebagai simbol dari tersedianya hal-hal yang dapat kita tiru, namun selalu
menjadi pertimbangan bahwa Indonesia juga memiliki potensi-potensi kultural
yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar.
Kodrat Alam dan Kodrat Zaman
KHD
menjelaskan bahwa dasar Pendidikan anak berhubungan dengan kodrat
alam dan kodrat zaman. Kodrat alam berkaitan dengan “sifat” dan
“bentuk” lingkungan di mana anak berada, sedangkan kodrat zaman berkaitan
dengan “isi” dan “irama”
KHD mengelaborasi Pendidikan
terkait kodrat alam dan kodrat zaman sebagai berikut
“Dalam melakukan pembaharuan yang terpadu, hendaknya selalu diingat
bahwa segala kepentingan anak-anak didik, baik mengenai hidup diri pribadinya
maupun hidup kemasyarakatannya, jangan sampai meninggalkan segala kepentingan
yang berhubungan dengan kodrat keadaan, baik pada alam maupun zaman. Sementara
itu, segala bentuk, isi dan wirama (yakni cara mewujudkannya) hidup dan
penghidupannya seperti demikian, hendaknya selalu disesuaikan dengan
dasar-dasar dan asas-asas hidup kebangsaan yang bernilai dan tidak bertentangan
dengan sifat-sifat kemanusiaan” (Ki Hadjar Dewantara, 2009, hal. 21)
KHD hendak mengingatkan
pendidik bahwa pendidikan anak sejatinya melihat kodrat diri anak dengan selalu
berhubungan dengan kodrat zaman. Bila melihat dari kodrat zaman saat ini,
pendidikan global menekankan pada kemampuan anak untuk memiliki Keterampilan
Abad 21 dengan melihat kodrat anak Indonesia sesungguhnya. KHD mengingatkan
juga bahwa pengaruh dari luar tetap harus disaring dengan tetap mengutamakan
kearifan lokal budaya Indonesia. Oleh sebab itu, isi dan irama yang dimaksudkan
oleh KHD adalah muatan atau konten pengetahuan yang diadopsi sejatinya tidak
bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan. KHD menegaskan juga bahwa didiklah
anak-anak dengan cara yang sesuai dengan tuntutan alam dan zamannya sendiri.
Budi Pekerti
Menurut KHD,
budi pekerti, atau watak atau karakter merupakan perpaduan antara gerak
pikiran, perasaan dan kehendak atau kemauan sehingga menimbulkan tenaga. Budi
pekerti juga dapat diartikan sebagai perpaduan antara Cipta (kognitif), Karsa
(afektif) sehingga menciptakan Karya (psikomotor). Sedih merupakan perpaduan
harmonis antara cipta dan karsa demikian pula Bahagia.
Lebih lanjut KHD menjelaskan, keluarga menjadi tempat yang utama dan
paling baik untuk melatih pendidikan sosial dan karakter baik bagi seorang
anak. Keluarga merupakan tempat bersemainya pendidikan yang sempurna bagi anak
untuk melatih kecerdasan budi-pekerti (pembentukan watak individual). Keluarga
juga menjadi ruang untuk mempersiapkan hidup anak dalam bermasyarakat dibanding
dengan pusat pendidikan lainnya.
Alam
keluarga menjadi ruang bagi anak untuk mendapatkan teladan, tuntunan, pengajaran
dari orang tua. Keluarga juga dapat menjadi tempat untuk berinteraksi sosial
antara kakak dan adik sehingga kemandirian dapat tercipta karena anak-anak
saling belajar antar satu dengan yang lain dalam menyelesaikan persoalan yang
mereka hadapi. Oleh sebab itu, Peran orang tua sebagai guru, penuntun dan
pemberi teladan menjadi sangat penting dalam pertumbuhan karakter baik anak.
Dasar-Dasar
Pendidikan
Metode Montesori,
Frobel dan Taman Anak
Kerangka
pemikiran KHD
Untuk
memahami secara garis besar Filosofi Pendidikan Ki Hadjar Dewantara (KHD), kita
cermati kumpulan tulisan Ki Hadjar
Dewantara mengenai pendidikan telah disajikan secara lengkap dalam buku
terbitan Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa. Buku yang diterbitkan pada tahun
1961 tersebut bertajuk “Karya Ki Hadjar
Dewantara, Bagian Pertama: Pendidikan”. Beberapa tokoh, misalnya
Bartolomeus Samho (2013), juga menuliskan catatannya mengenai pemikiran KHD.
Dalam video berikut,
Bapak Iwan Syahril menyampaikan intisari dan interpretasi beliau
atas filosofi pendidikan nasional gagasan KHD.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar