Bapak
Ki Hajar Dewantara mengemukakan pembelajaran holistik dalam filosofi budi
pekerti (diambil dari Presentasi “Filsafat Pendidikan, Pengajaran, dan
Kebudayaan Ki Hajar Dewantara, Syahril, 2020):
“Pendidikan
Budi Pekerti berarti pembelajaran tentang batin dan lahir. Pembelajaran batin
bersumber pada “Tri Sakti”, yaitu: cipta (pikiran), rasa, dan karsa (kemauan),
sedangkan pembelajaran lahir yang akan menghasilkan tenaga/perbuatan.
Pembelajaran budi pekerti adalah pembelajaran jiwa manusia secara holistik.
Hasil dari pembelajaran budi pekerti adalah bersatunya budi (gerak pikiran,
perasaan, kemauan) sehingga menimbulkan tenaga (pekerti). Kebersihan budi
adalah bersatunya cipta, rasa, dan karsa yang terwujud dalam tajamnya pikiran,
halusnya rasa, kuatnya kemauan yang membawa pada kebijaksanaan.”
Menurut
Ki Hajar Dewantara, pengajaran budi pekerti tidak lain adalah menyokong
perkembangan hidup anak-anak lahir dan batin, dari sifat kodrati menuju arah
peradaban dalam sifatnya yang umum. Pengajaran ini berlangsung sejak anak-anak
hingga dewasa dengan memperhatikan tingkatan perkembangan jiwa mereka (Ki Hajar
Dewantara dalam Mustofa, 2011).
Pemerintah
juga menyadari pentingnya peran sekolah dalam mengembangkan pendidikan yang
dapat mendorong harmonisasi aspek kognitif, sosial dan emosional murid dengan
mengeluarkan Permen Kemendikbud No. 20 tahun 2018. Permen tersebut mengatur
tentang Pendidikan Penguatan Karakter pada Satuan Pendidikan Formal.
Penguatan
Pendidikan Karakter (PPK) adalah gerakan pendidikan di bawah tanggung jawab
satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi
olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan pelibatan dan kerja sama
antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat sebagai bagian dari Gerakan
Nasional Revolusi Mental (GNRM). PPK berorientasi pada berkembangnya
potensi peserta didik secara menyeluruh dan terpadu, keteladanan dalam
penerapan pendidikan karakter pada masing-masing lingkungan pendidikan; dan
berlangsung melalui pembiasaan dan sepanjang waktu dalam kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran sosial dan emosional
yang mengacu pada kerangka CASEL (Collaborative for Academic, Social, and
Emotional Learning) (www.casel.org). Pembelajaran
Sosial Emosional dalam modul ini bertujuan untuk membantu pemahaman dan
penerapan Bapak/Ibu CGP dalam mengelola aspek sosial dan emosional diri sendiri
sekaligus dapat menerapkannya pembelajaran sosial dan emosional pada murid secara
lebih sistematik dan komprehensif.
Pembelajaran Sosial dan Emosional
yang ditujukan untuk jenjang pendidikan usia dini hingga menengah ini
dikembangkan pada tahun 1994 oleh sekelompok pendidik, peneliti, dan pendamping
anak (salah satunya adalah Psikolog Daniel Goleman, pencetus teori Kecerdasan
Emosi). Kerangka Pembelajaran Sosial dan Emosional berbasis penelitian
ini bertujuan untuk mendorong perkembangan anak secara positif dengan program
yang terkoordinasi secara lebih baik antara berbagai pihak dalam komunitas
sekolah.
Pembelajaran Sosial dan
Emosional adalah pembelajaran
yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas
sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan orang
dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan,
keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional.
Pembelajaran sosial
dan emosional bertujuan:
1.
memberikan pemahaman, penghayatan dan
kemampuan untuk mengelola emosi (kesadaran diri)
2.
menetapkan dan mencapai tujuan
positif (pengelolaan diri)
3.
merasakan dan menunjukkan empati
kepada orang lain (kesadaran sosial)
4.
membangun dan mempertahankan hubungan
yang positif (keterampilan membangun relasi)
5.
membuat keputusan yang bertanggung
jawab. (pengambilan keputusan yang bertanggung jawab)
Implementasi
Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE) dapat dilakukan dengan 4 cara:
1.
Mengajarkan Kompetensi Sosial
Emosional (KSE) secara spesifik dan eksplisit
2.
Mengintegrasikan Kompetensi Sosial
Emosional (KSE) ke dalam praktik mengajar guru dan gaya
interaksi dengan murid
3.
Mengubah kebijakan dan ekspektasi
sekolah terhadap murid
4.
Mempengaruhi pola pikir murid tentang
persepsi diri, orang lain dan lingkungan.
Pendekatan SEL yang
efektif seringkali menggabungkan empat elemen yang diwakili oleh akronim SAFE (https://casel.org/what-is-sel/approaches/):
1.
Sequential/berurutan:
Aktivitas yang terhubung dan terkoordinasi untuk mendorong
pengembangan keterampilan
2.
Active/aktif: bentuk Pembelajaran
Aktif yang melibatkan murid untuk menguasai keterampilan dan sikap
baru
3.
Focused/fokus: ada
unsur pengembangan keterampilan sosial maupun personal
4.
Explicit/eksplisit:
tertuju pada pengembangan keterampilan sosial dan emosional tertentu
secara eksplisit.
Apakah Pembelajaran
Sosial-Emosional? Pembelajaran Sosial-Emosional (PSE) adalah hal yang sangat
penting. Pembelajaran ini berisi keterampilan-keterampilan
yang dibutuhkan anak untuk dapat bertahan dalam masalah sekaligus memiliki kemampuan memecahkannya, juga untuk mengajarkan mereka menjadi orang yang berkarakter baik.
PSE
mencoba untuk memberikan keseimbangan pada
individu dan mengembangkan kompetensi personal yang
dibutuhkan untuk dapat menjadi sukses. Bagaimana kita sebagai pendidik dapat menggabungkan
itu semua dalam pembelajaran sehingga anak-anak dapat belajar menempatkan
diri secara
efektif
dalam
konteks
lingkungan dan
dunia.
Pandangan
lama menyatakan bahwa pengetahuan adalah informasi yang dapat ditransfer ke
otak seperti mesin mekanis. Yang benar adalah, pengetahuan bersifat konstruktif;
semua
proses pembelajaran bersifat saling berhubungan; emosi
menarik perhatian, dan perhatian mendorong terjadinya proses belajar. PSE adalah
mengenai bagaimana kita menjalankan sekolah. Pembelajaran sosial-emosional
adalah tentang pengalaman apa yang akan dialami siswa, apa yang
dipelajari siswa dan bagaimana guru mengajar. Kita
dapat merancang bagaimana sekolah dan ruangan kelasnya, bagaimana waktu
belajar, ruangruangan yang ada di sekolah, hubungan dengan komunitas sekolah
dan keluarga dan yang lainnya sebagai tempat pertukaran pengetahuan,
pengetahuan tentang dunia;
pengetahuan tentang diri sendiri dan
pengetahuan tentang orang lain yang berinteraksi
dengan kita.
Pengalamanpengalaman tersebut membantu siswa memahami
diri mereka sendiri dan orang lain.
Dengan
demikian kita berbicara tentang anak secara utuh. Apakah
anak kita memiliki kesadaran diri, apakah
mereka memiliki pemahaman kesadaran sosial, apakah
mereka mampu mengambil keputusan yang baik dan bertanggung jawab. Baru
setelah itu, kita membahas mengenai konteks akademis dan semua keterampilan-keterampilan
penting yang kita butuhkan untuk dapat berhasil dalam hidup. Anak belajar saat
hati mereka terbuka, terhubung dengan
lingkungan sekitar serta adanya tujuan. Belajar
adalah anugerah.
Melalui
pembelajaran sosial-emosional, kita menciptakan kondisi yang mengizinkan semua
anak mengakses anugerah tersebut.
MINDFULLNESS
Kesadaran penuh (mindfulness)
menurut Kabat - Zinn (dalam Hawkins, 2017, hal. 15) dapat diartikan sebagai
kesadaran yang muncul ketika seseorang memberikan perhatian secara sengaja pada
kondisi saat sekarang dilandasi rasa ingin tahu (tanpa menghakimi) dan kebaikan
(The awareness that arises when we pay attention, on purpose, in the present
moment, with curiosity and kindness). Ada beberapa kata kunci, yaitu:
kesadaran (awareness), perhatian yang disengaja (on purpose), saat ini (present
moment), rasa ingin tahu (curiosity) dan kebaikan hati (compassion). Artinya
ada keterkaitan antara unsur pikiran (perhatian), kemauan (yang bertujuan), dan
rasa (rasa ingin tahu dan kebaikan) pada kegiatan (fisik) yang sedang
dilakukan.
Kesadaran penuh (mindfulness)
muncul saat seorang sadar sepenuhnya pada apa yang sedang dikerjakan dengan
pikiran terbuka, atau dalam situasi yang menghendaki perhatian yang penuh.
Misalnya, seorang anak yang terlihat asyik bermain peran dengan menggunakan
boneka tanpa terganggu oleh suara sekitarnya, murid yang sedang memainkan
musik, menulis jurnal, menikmati alur cerita dalam bacaan, menikmati
segelas teh hangat, atau menikmati pemandangan matahari terbenam, atau guru
yang sedang mendengarkan murid dengan penuh perhatian. Intinya adalah
adanya perhatian yang dilakukan secara sadar dengan dilandasi rasa ingin tahu
dan kebaikan.
Latihan
berkesadaran penuh (mindfulness) menjadi sangat relevan dan penting bagi
siapapun untuk dapat menjalankan peran dan tanggung jawabnya dengan bahagia dan
optimal. Ini termasuk bagi pendidik, murid bahkan juga untuk orangtua. Latihan
tersebut sebenarnya sudah banyak diterapkan dalam pendidikan kita sejak lama.
Misalnya, mengajak murid untuk hening dan berdoa sebelum memulai pelajaran,
mendengarkan cerita, menghayati keindahan alam, berolah-seni maupun
berolahraga, dan lain sebagainya.
Pada tahun 2011,
The Hawn Foundation bekerjasama dengan Columbia University mengembangkan sebuah
kurikulum yang disebut ‘the MindUp Curriculum’. Sebuah kurikulum yang
ditujukan untuk tingkat Pra Sekolah sampai kelas 8. The Mindup Curriculum
adalah kurikulum pembelajaran yang bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran sosial
dan emosional (social and emotional awareness), meningkatkan
kesejahteraan psikologis (psychological well-being), dan keberhasilan
akademik yang berbasis penelitian dan praktik kelas
(www.thehawnfoundation.org).
Sejak tahun 2019,
sebanyak 370 sekolah negeri di seluruh Inggris mengadopsi mindfulness dalam
kurikulumnya. Di Indonesia, penerapan mindfulness dalam kurikulum juga sudah
diterapkan dalam berbagai institusi pendidikan. Salah satu sekolah di
Jakarta secara khusus memasukkan mindfulness dalam kurikulum pendidikan TK
hingga Kelas 12. Murid-murid di sekolah tersebut melaporkan bahwa mindfulness
membantu mereka dalam proses pembelajaran (Kompas, 27 Juli 2019). Video yang
ditampilkan pada bagian awal penjelasan kesadaran penuh ini adalah hasil karya
salah satu murid sekolah tersebut.
Kesadaran Penuh (Mindfulness)
dan Cara Kerja Otak
Bapak/Ibu CGP,
banyak penelitian yang menunjukkan bahwa di dalam kondisi berkesadaran penuh,
terjadi perubahan fisiologis seperti meluasnya area otak yang terutama
berfungsi untuk belajar dan mengingat, berkurangnya stres, dan munculnya
perasaan tenang dan stabil (Kabat-Zinn, 2013, hal. 37). Dengan latihan
berkesadaran penuh, maka seseorang dapat menumbuhkan perasaan yang lebih tenang
dan pikiran yang lebih jernih, yang akan berpengaruh pada keputusan yang lebih
responsif dan reflektif.
Video berikut ini
menjelaskan bagaimana cara kerja otak dan mekanisme perubahan yang terjadi pada
otak saat melakukan latihan berkesadaran penuh (mindfulness), serta dampak
positif dari latihan berkesadaran penuh (Mindfulness and How the Brain Works)
Sebelum menonton,
untuk membantu memahami video tersebut dengan baik, bacalah terlebih dahulu
beberapa pertanyaan berikut: (1) Tuliskan sebanyak mungkin fakta yang
sudah Anda pelajari dan pahami tentang latihan berkesadaran penuh (mindfulness)!;
(2) Jelaskan hubungan kerja bagian otak prefrontal (disebut otak luhur dalam
modul 1.3) dan latihan berkesadaran penuh (mindfulness)!;
(3) Menurut Anda, bagaimana latihan berkesadaran penuh (mindfulness) dapat
bermanfaat bagi Anda?; dan (4) Setelah Anda memahami manfaat latihan
berkesadaran penuh (mindfulness), gambarkanlah sebuah situasi yang
merefleksikan bahwa kemampuan tersebut akan bermanfaat bagi Anda dalam
menghadapi suatu situasi sosial yang menantang dalam menjalankan peran sebagai
pendidik! Berikan penjelasan.
Berdasarkan
penjelasan video “Mindfulness dan Cara Kerja Otak”, kesadaran penuh
(mindfulness) dapat dilatih dan ditumbuhkan. Artinya, kita dapat melatih
kemampuan untuk memberikan perhatian yang berkualitas pada apa yang kita
lakukan. Kegiatan-kegiatan seperti latihan menyadari napas (mindful
breathing); latihan bergerak sadar (mindful movement), yaitu
bergerak yang disertai kesadaran tentang intensi dan tujuan gerakan; latihan
berjalan sadar (mindful walking) dengan menyadari gerakan tubuh saat
berjalan, dan berbagai kegiatan sehari-hari yang mengasah indera (sharpening
the senses) dengan melibatkan mata, telinga, hidung, indera perasa, sensori
di ujung jari, dan sensori peraba kita. Kegiatan-kegiatan di atas seperti
bernapas dengan sadar, bergerak dengan sadar, berjalan dengan sadar dan
menyadari seluruh tubuh dengan sadar juga dapat diawali dengan cara yang paling
sederhana yaitu dengan menyadari napas.
Mengapa menyadari
napas? Karena napas adalah jangkar yang dimiliki setiap orang untuk
berada di sini dan masa sekarang (here and now). Pikiran kita merupakan
bagian diri kita yang seringkali sulit dikendalikan. Seorang ilmuwan dan filsuf
bernama Deepak Chopra dalam website pribadinya menyebutkan bahwa manusia
memiliki 60.000-80.000 pikiran dalam sehari. Bayangkan betapa sibuknya pikiran
kita. Karena sangat cair, pikiran dapat bergerak ke masa depan dan menimbulkan
perasaan khawatir. Pikiran juga dapat bergerak ke masa lalu yang seringkali
menimbulkan perasaan menyesal. Pikiran berada dalam situasi terbaiknya jika ia
fokus situasi saat ini dan masa sekarang, Cara termudah untuk membuat
pikiran dan perasaan Anda berada pada saat ini dan masa sekarang adalah dengan
menyadari napas. Selain itu, kegiatan menyadari napas juga juga paling
mudah dilakukan karena dapat dilakukan kapan saja, di mana saja, dan tidak membutuhkan
alat bantu apapun kecuali napas Anda.
Bagian pre-frontal
cortex di otak memegang kendali atas kesabaran yang ditunjukkan dalam
perilaku manusia. bagian pre-frontal cortex ini sangat
berhubungan erat dengan kemampuan anak, kemampuan untuk bisa mengontrol emosi,
mengidentifikasi emosi-emosi, membuat jadi lebih sabar.
Kesadaran penuh
(mindfulness) dapat dilatih dan ditumbuhkan melalui berbagai kegiatan.
Artinya, kita dapat melatih kemampuan untuk memberikan perhatian yang
berkualitas pada apa yang kita lakukan. Kegiatan-kegiatan seperti latihan
menyadari nafas (mindful breathing); latihan bergerak sadar (mindful
movement), yaitu bergerak yang disertai kesadaran tentang
intensi dan tujuan gerakan; latihan berjalan sadar (mindful walking)
dengan menyadari gerakan tubuh saat berjalan, dan berbagai kegiatan
sehari-hari yang mengasah indera (sharpening the senses) dengan
melibatkan mata, telinga, hidung, indera perasa, sensori di ujung jari, dan
sensori peraba kita.
Dengan
mindfulness kita dapat melatih bagian pre-frontal
cortex di otak memegang kendali atas kesabaran yang ditunjukkan dalam
perilaku manusia.
PSE berbasis Kesadaran Penuh
(Mindfulness) dalam mewujudkan Kesejahteraan Hidup (Well-Being)
Mari kita perhatikan Gambar 1.
(Gambar tersebut diadaptasi dari Gambar yang dibuat K. Fort – Catanese (dalam
Hawkins, 2017). Pembelajaran Sosial dan Emosional berbasis kesadaran penuh yang
dilakukan secara terhubung, terkoordinasi, aktif, fokus, dan eksplisit
diharapkan dapat mewujudkan kesejahteraan hidup (Well-being) ekosistem
sekolah.
Pertama-tama, mari kita bahas
mengenai well-being. Menurut kamus Oxford English Dictionary, well-being dapat
diartikan sebagai kondisi nyaman, sehat, dan bahagia. Well-being (kesejahteraan
hidup) adalah sebuah kondisi individu yang memiliki sikap yang positif
terhadap diri sendiri dan orang lain, dapat membuat keputusan dan mengatur
tingkah lakunya sendiri, dapat memenuhi kebutuhan dirinya dengan menciptakan
dan mengelola lingkungan dengan baik, memiliki tujuan hidup dan membuat hidup
mereka lebih bermakna, serta berusaha mengeksplorasi dan mengembangkan dirinya.
*) Diadaptasi dari Diagram K. Fort – Catanese (dalam Hawkins, 2017
Menurut Mcgrath & Noble, 2011,
murid yang memiliki tingkat well-being yang optimum
memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk mencapai prestasi akademik yang
lebih tinggi, kesehatan fisik dan mental yang lebih baik, memiliki ketangguhan
(daya lenting/resiliensi) dalam menghadapi stress dan terlibat dalam perilaku sosial
yang lebih bertanggung jawab.
Saat modul ini ditulis, seluruh
dunia, termasuk Indonesia dilanda pandemi Covid - 19 yang betul-betul menguji
kemampuan daya lenting/resiliensi setiap individu tanpa terkecuali.
Pembelajaran Sosial Emosional berbasis kesadaran penuh menjadi semakin relevan
untuk dapat mewujudkan well-being, khusunya melatih daya
lenting/resiliensi guru, murid dan komunitas sekolah.
Berbagai kegiatan berbasis kesadaran
penuh (mindfulness) dalam sehari-hari memungkinkan seseorang membangun
kesadaran penuh untuk dapat memberikan perhatian secara berkualitas yang
didasarkan keterbukaan pikiran, rasa ingin tahu (tanpa menghakimi) dan kebaikan
hati (compassion) yang akan membantu seseorang dalam menghadapi
situasi-situasi menantang dan sulit. Kondisi tersebut dapat dijelaskan
dengan gambar 1.1:
Gambar 2. Hubungan Mindfulness dan Kompetensi Sosial Emosional (Hawkins, 2011)
Menurut Hawkins
(2017), latihan berkesadaran penuh (mindfulness) dapat membangun keterhubungan
diri sendiri (self-awareness) dengan berbagai kompetensi emosi dan sosial dalam
kehidupan sehari-hari. Contohnya, sebelum memberikan respon dalam sebuah
situasi sosial yang menantang, kita berhenti, bernapas dengan sadar, mengamati
pikiran, perasaan diri sendiri maupun orang lain, mengelola emosi yang muncul,
hingga dapat membuat pilihan/mengambil keputusan yang lebih responsif, bukan
reaktif.
Pada saat
menghadapi kondisi menantang, misalnya pada saat seorang guru berhadapan dengan
perilaku murid yang dinilai tidak disiplin, mekanisme kerja otak akan
mengarahkan diri untuk berhenti, menarik napas panjang, memberikan waktu untuk
memahami apa yang dirasakan diri sendiri, apa nilai-nilai diri yang
diyakini, memunculkan empati untuk memahami situasi yang terjadi, mencari
tahu apa yang dirasakan oleh murid dengan hadir secara penuh. Guru akan
memilih untuk bertanya pada murid tersebut untuk memahami apa yang terjadi.
Respon guru yang berkesadaran penuh akan dapat membangun koneksi dan rasa
percaya murid pada guru. Koneksi, rasa aman dan rasa percaya di antara guru dan
murid akan memperkuat relasi murid dan guru sehingga dapat menciptakan
lingkungan dan suasana belajar yang kondusif bagi pembelajaran. Relasi yang
terbangun antara guru dan murid akan mendorong guru untuk membuat keputusan
yang lebih responsif.Di sisi lain, lingkungan belajar dan suasana belajar yang
kondusif akan membantu tumbuhnya kesadaran diri murid tentang perasaan,
kekuatan, kelemahan, nilai-nilai yang dimiliki dengan lebih baik. Tumbuhnya
kesadaran sosial yang lebih baik yang didasarkan pada perhatian yang bertujuan
juga akan membantu murid dalam memproses informasi secara lebih baik.
Jika murid dapat mengikuti proses pembelajaran secara lebih baik, maka secara
perlahan tumbuh optimisme dan tingkat efikasi dalam dirinya.
Ada banyak penelitian yang menyatakan
tentang pentingnya optimisme dan tingkat efikasi diri dalam mendorong
keberhasilan pembelajaran seseorang. Salah satunya adalah penelitian
Seligman (dalam Hoy, Tarter & Hoy, 2006) menjelaskan tentang optimisme
sebagai faktor pendukung kesuksesan dalam akademik. Hal ini dapat
menjelaskan tentang dampak pembelajaran sosial dan emosional meningkatkan
performa akademik murid dalam jangka panjang.
Secara lengkap, Pembelajaran Sosial
dan Emosional menurut kerangka CASEL dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Kompetensi Sosial Emosioanal CASEL
Mengingat keterbatasan waktu,
pembelajaran 5 Kompetensi Sosial Emosional (KSE) secara eksplisit dalam modul
2.2 ini akan berfokus pada 5 kompetensi seperti yang terdapat pada Gambar 4:
1.
Pengelolaan Emosi dan Fokus
2.
Empati
3.
Kemampuan kerja sama dan resolusi
konflik
4.
Pengambilan Keputusan yang
Bertanggung Jawab
5.
Pengenalan Emosi
Selanjutnya untuk
mendapatkan contoh panduan atau kerangka penerapan 5 Kompetensi Sosial
Emosional (KSE), silakan baca 5 artikel berikut. Semoga kelima artikel tersebut
membantu Anda dalam memahami konsep dan penerapan pembelajaran sosial dan
emosional.
o
Artikel 1: Kesadaran Diri - Pengenalan Emosi
o
Artikel 2: Pengelolaan Diri – Mengelola Emosi dan Fokus untuk Mencapai
Tujuan
o
Artikel 3: Kesadaran Sosial - Keterampilan Berempati
o
Artikel 4: Keterampilan Berelasi – Kerja Sama dan Resolusi Konflik
o
Artikel 5: Pengambilan Keputusan yang Bertanggung Jawab
Selain contoh
kegiatan belajar-mengajar yang diberikan pada fase “Mulai dari Diri” dan
kerangka/panduan dalam 5 Kompetensi Sosial Emosional berikut ini adalah
berbagai contoh kegiatan yang dapat menumbuhkembangkan berbagai
kompetensi sosial dan emosional.
Selamat membaca!
*) Klik pada teks berwarnna biru untuk mengunduh dan membaca bahan bacaan!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar