Coaching


 A. Konsep Coaching dalam Konteks Pendidikan

Pengertian Coaching

Untuk mengawali proses memahami konsep coaching ini, mari kita simak ilustrasi berikut:

Pak Amir adalah seorang pengemudi kendaraan di Kota Tangerang. Saat ini, ia mengantarkan Pak Handoko ke tempat tujuannya. Ternyata jalanan macet dan Pak Handoko tampak panik mengingat acaranya yang akan segera dimulai. Pak Amir mengajak Pak Handoko berdiskusi dan berdialog untuk menentukan alternatif jalan yang pernah ditempuh sebelumnya. Pak Amir bertanya mengenai pengalaman yang dimiliki Pak Handoko terhadap pilihan2 jalan alternatif tersebut.  Kemudian Pak Amir membantu Pak Handoko untuk melakukan analisis dari setiap jalan alternatif  yang memungkinkan diambil  agar bisa lebih cepat sampai ke tujuan. Dengan berbagai pertimbangan, Pak Handoko akhirnya memutuskan untuk memilih satu jalan yang ia yakini lebih cepat dan lancar. Ternyata keputusan yang diambil Pak Handoko tepat. Jalanan lancar, dan Pak Handoko sampai di tempat tujuan tepat waktu..

Ilustrasi tersebut memperlihatkan bahwa untuk sampai ke tujuan dibutuhkan tindakan (action), dan terjadi perubahan (change) tempat. Ketika dikaitkan dengan aktivitas kehidupan sehari-hari, jika Pak Amir adalah seorang coach dan Pak Handoko adalah coachee, maka Pak Amir menolong dengan cara-cara tertentu, supaya Pak Handoko sampai ke sasaran yang dia inginkan. Dalam konteks ini, coaching adalah salah satu alat untuk menolong Pak Handoko. Pak Amir yang memerankan diri sebagai coach tidak serta merta mengajukan satu solusi yang harus diikuti coachee,  melainkan menawarkan beberapa alternatif dan kemudian pak Handoko memutuskan sendiri sesuai dengan kondisinya. Selanjutnya, Pak Handoko lah yang membuat keputusan dengan cara yang diyakini dapat mencapai tujuannya.

Berangkat dari ilustrasi di atas, mari kita simak beberapa pengertian mengenai coaching. Para ahli mendefinisikan coaching sebagai:

·         sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999) 

·         kunci pembuka potensi seseorang untuk untuk memaksimalkan kinerjanya. Coaching lebih kepada membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya (Whitmore, 2003)

Selain definisi-definisi yang diungkapkan oleh para ahli yang telah disebutkan di atas, International Coach Federation (ICF) mendefinisikan coaching sebagai:

“…bentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif.”

Dari definisi ini, Pramudianto (2020) menyampaikan tiga makna yaitu:

1.      Kemitraan. Hubungan coach dan coachee adalah hubungan kemitraan yang setara. Untuk membantu coachee mencapai tujuannya, seorang coach mendukung secara maksimal tanpa memperlihatkan otoritas yang lebih tinggi dari coachee.

2.      Memberdayakan. Proses inilah yang membedakan coaching dengan proses lainnya. Dalam hal ini,  dengan sesi coaching yang ditekankan pada bertanya reflektif dan mendalam, seorang coach dapat menggali, memetakan situasinya sehingga menghasilkan pemikiran atau ide-ide baru.

3.      Optimalisasi. Selain menemukan jawaban sendiri, seorang coach akan berupaya memastikan jawaban yang didapat oleh coachee diterapkan dalam aksi nyata sehingga potensi coachee berkembang.

Menyelami makna-makna yang terkandung dalam definisi coaching membawa kita pada pertanyaan, “Apakah dengan demikian coaching ini bisa diterapkan di dunia pendidikan sehingga bisa mengoptimalkan sumber daya yang ada, baik guru maupun murid?” Apakah guru dapat berperan sebagai coach? Mari kita sama-sama membahas bagaimana coaching ini diterapkan dalam konteks sekolah dan bagaimanakah peran guru guru dalam menerapkan keterampilan coaching  sebagai coach.

 

B. Coaching dalam Konteks Sekolah

Ki Hadjar Dewantara menekankan bahwa tujuan pendidikan itu ‘menuntun’ tumbuhnya
atau hidupnya kekuatan kodrat anak sehingga dapat memperbaiki lakunya. oleh sebab
itu keterampilan coaching perlu dimiliki para pendidik untuk menuntun segala kekuatan
kodrat (potensi) agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun
anggota masyarakat. Dalam proses coaching, murid diberi kebebasan namun pendidik
sebagai ‘pamong’
dalam memberi tuntunan dan memberdayakan potensi yang ada agar
murid tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya.

Gambar 1. Ilustrasi Coaching

 

Dalam konteks pendidikan Indonesia saat ini, pendekatan coaching menjadi salah satu proses ‘menuntun’ kemerdekaan belajar murid dalam pembelajaran di sekolah. Pendampingan dengan pendekatan Coaching menjadi proses yang sangat penting dilakukan di sekolah terutama dengan diluncurkannya program Merdeka Belajar oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. Program ini dapat membuat murid menjadi lebih merdeka dalam mengeksplorasi diri dan mengoptimalisasikan potensi guna mencapai tujuan pembelajaran. Harapannya, pendampingan murid melalui pendekatan coaching dapat menjadi salah satu langkah tepat bagi guru untuk membantu murid mencapai tujuannya yaitu kemerdekaan dalam belajar.

Sistem Among, Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karsa, Tut Wuri H Kitayani, menjadi semangat yang menguatkan keterampilan komunikasi guru dan murid dengan menggunakan pendekatan Coaching. Tut Wuri H Kitayani menjadi kekuatan dalam pendekatan proses Coaching. Sebagai seorang Guru dengan semangat Tut Wuri H Kitayani, maka perlulah kita menghayati dan memaknai cara berpikir atau mindset Ki Hajar Dewantara sebelum melakukan pendampingan dengan pendekatan coaching. Pendekatan komunikasi dengan proses coaching merupakan sebuah dialog antara guru dan murid yang terjadi secara emansipatif dalam sebuah ruang perjumpaan yang penuh kasih dan persaudaraan. Oleh sebab itu, empat (4) cara berpikir ini dapat melatih guru dalam menciptakan semangat Tut Wuri H Kitayani dalam setiap perjumpaan pada setiap proses komunikasi dan pembelajaran.


Tut Wuri H Kitayani Mindset

Murid adalah Mitra Belajar

Emansipatif

Memberikan apresiasi kepada murid sebagai mitra belajar. Guru sejatinya memiliki sebuah cara berpikir bahwa dalam proses coaching keduanya memiliki kesepahaman yang sama tentang belajar. Ketika mendengarkan murid, guru belajar mengenali kekuatan dirinya juga mengenali muridnya secara mendalam. Demikian pula sebaliknya, tuntunan yang diberikan guru memberikan ruang bagi siswa untuk menemukan kekuatan dirinya sebagai murid dan sebagai manusia.

Proses coaching membuka ruang  emansipatif bagi guru dan siswa untuk merefleksikan kebebasan mereka melalui kesepakatan dan pengakuan bersama terhadap norma-norma yang mengikat mereka. Ruang emansipatif memberi peluang bagi murid untuk menemukan kekuatan kodratnya, potensi dirinya, dan kekuatan yang dimilikinya.

Kasih dan Persaudaraan

Ruang Perjumpaan Pribadi

Proses coaching sebagai sebuah latihan
menguatkan semangat Tut Wuri H Kitayani yaitu mengikuti/mendampingi/mendorong kekuatan kodrat murid secara holistic berdasarkan cinta kasih dan persaudaraan tanpa pamrih, tanpa keinginan menguasai dan memaksa. Murid adalah seorang manusia yang memiliki kebebasan untuk mendapatkan cinta kasih.

Proses coaching merupakan sebuah ruang perjumpaan pribadi antara guru dan murid sehingga keduanya
membangun rasa percaya dalam kebebasan masing-masing. Kebebasan tercipta melalui pertanyaan pertanyaan reflektif untuk menguatkan kekuatan kodrat murid.

 

Masih terkait dengan kemerdekaan belajar, proses coaching juga merupakan proses untuk mengaktivasi kerja otak murid. Pertanyaan-pertanyaan reflektif dalam dapat membuat murid melakukan metakognisi. Selain itu, pertanyaan-pertanyaan dalam proses coaching juga membuat murid lebih berpikir secara kritis dan mendalam. Yang akhirnya, murid dapat  menemukan potensi dan mengembangkannya. Murid kita di sekolah tentunya memiliki potensi yang berbeda-beda dan menunggu untuk dikembangkan. Pengembangan potensi inilah yang menjadi tugas seorang guru. Apakah pengembangan diri anak ini cepat, perlahan-lahan atau bahkan berhenti adalah tanggung jawab seorang guru. Pengembangan diri anak dapat dimaksimalkan dengan proses coaching.

Coaching, sebagaimana telah dijelaskan pengertiannya dari awal memiliki peran yang sangat penting karena dapat digunakan untuk menggali potensi murid sekaligus mengembangkannya dengan berbagai strategi yang disepakati bersama. Proses coaching yang berhasil akan memotivasi para murid untuk menjadi lebih baik karena mereka merasakan potensi mereka tergali dan berkembang seiring dengan proses dan hasil dari coaching yang mereka telah lakukan. Mengingat pentingnya proses coaching ini sebagai alat untuk memaksimalkan potensi murid, guru hendaknya memiliki keterampilan coaching. Keterampilan coaching ini sangat erat kaitannya dengan keterampilan berkomunikasi.

 

Paradigma Pendampingan Coaching Sistem Among – ARTI

Sistem Among (Tut Wuri H Kitayani) menjadi salah satu kekuatan dalam pendekatan pendampingan (coaching) bagi guru. Tut Wuri (mengikuti, mendampingi) mempunyai makna mengikuti/mendampingi perkembangan murid dengan penuh (holistik) berdasarkan cinta kasih tanpa pamrih, tanpa keinginan menguasai dan memaksa. H Kitayani (mempengaruhi) mempunyai makna merangsang, memupuk, membimbing dan memberi teladan agar murid mengembangkan pribadinya melalui disiplin pribadi. Among merupakan bahasa Jawa yang memiliki arti mengasuh, mengikuti, mendampingi. Guru (Pamong/Pedagog) adalah seorang memiliki cinta kasih dalam membimbing murid sesuai dengan kekuatan kodratnya. Guru sejatinya bebas dari segala ikatan/belenggu untuk menguasai dan memaksa murid. Sistem Among dapat disebut juga sebagai upaya memanusiakan sang anak sebagai seorang manusia (humanisasi).

Menilik kembali filosofi Ki Hajar Dewantara tentang peran utama guru (Pamong/Pedagog), maka memahami pendekatan Coaching menjadi selaras dengan Sistem Among sebagai salah satu pendekatan yang memiliki kekuatan untuk menuntun kekuatan kodrat anak (murid). Pendampingan yang dihayati dan dimaknai secara utuh oleh seorang guru, sejatinya menciptakan ARTI (Apresiasi-Rencana-Tulus-Inkuiri) dalam proses menuntun kekuatan kodrat anak (murid sebagai coachee). ARTI sebagai prinsip yang harus dipegang  etika melakukan pendampingan kepada murid.

ARTI : Apresiasi - Rencana - Tulus - Inkuiri

Apresiasi

Dalam proses coaching, seorang coach memposisikan coachee sebagai mitra dan menghormati setiap apa yang dikomunikasikan, memberikan tanggapan positif dari apa yang disampaikan. Apresiasi merupakan nilai yang terkandung dalam komunikasi yang memberdayakan.

Rencana

Setiap proses pendidikan yang kita rancang pastilah bertujuan untuk mencapai sesuatu, begitu pula dengan Coaching. Proses coaching dilakukan sebagai pendampingan bagi coachee dalam menemukan solusi dan menggali potensi yang ada dalam diri, yang kemudian dituangkan dalam sebuah tindakan sebagai bentuk tanggung jawab (TIRTA).

Tulus

“Being present in the coaching session”. Pada saat sesi coaching, seorang coach hendaknya Tulus memberikan waktu dan diri seutuhnya dalam melakukan proses coaching. Dengan sebuah niat dan kesungguhan ingin membantu coachee dlm pengembangan potensi mereka.

Inkuiri

Dalam proses coaching, seorang coach menuntun agar coachee dapat menggali, memetakan situasinya sehingga menghasilkan pemikiran atau ide-ide baru atas situasi yang sedang dihadapi. Proses coaching menekankan pada proses inkuiri yaitu kekuatan pertanyaan atau proses bertanya yg muncul dalam dialog saat coaching. Pertanyaan efektif mengaktifkan kemampuan berpikir reflektif para murid dan keterampilan bertanya mereka dalam pencarian makna dan jawaban atas situasi atau fenomena yang mereka hadapi dan jalani.

 

C. Coaching, Konseling, dan Mentoring 

Sebagai guru,  Kita diharapkan menjadi pemimpin pembelajaran. Sebagai pemimpin pembelajaran,  Kita tentunya harus memainkan banyak peran. Terkadang, untuk menghadapi murid,  Kita harus menjadi seorang konselor. Suatu saat  Kita juga diharapkan menjadi mentor. Selain itu, terkadang  Kita juga harus menjadi seorang coach.

Tentunya, sebagai guru,  Kita selalu menjadi mentor bagi murid  Kita dengan menyampaikan pengalaman yang  Kita miliki.  Kita juga melakukan konseling dengan murid  Kita ketika mereka datang dengan permasalahan mereka. Nah, ketika  Kita harus menghadapi murid dengan berbagai potensinya dan  Kita berupaya untuk memaksimalkan potensi tersebut,  Kita seyogyanya berperan sebagai seorang coach. Mengapa  Kita harus berperan sebagai coach? Mari kita lihat ketiga metode pengembangan diri tersebut?

Untuk memahami perbedaan peran antara konselor, mentor, dan coach tersebut, mari kita simak video berikut ini.



Agar semakin memahami perbedaan antara mentoring, konseling, dan coaching, mari
kita pelajari pengertian mentoring dan konseling berikut ini:

1.      Definisi mentoring

Stone (2002) mendefinisikan mentoring sebagai suatu proses dimana seorang teman, guru, pelindung, atau pembimbing yang bijak dan penolong menggunakan pengalamannya untuk membantu seseorang dalam mengatasi kesulitan dan mencegah bahaya. Sedangkan Zachary (2002) menjelaskan bahwa mentoring memindahkan pengetahuan tentang banyak hal, memfasilitasi perkembangan, mendorong pilihan yang bijak dan membantu mentee untuk membuat perubahan.

2.      Definisi konseling

Gibson dan Mitchell (2003) menyatakan bahwa konseling adalah hubungan bantuan
antara konselor dan klien yang difokuskan pada pertumbuhan pribadi dan penyesuaian
diri serta pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Sementara itu, Rogers (1942) dalam Hendrarno, dkk (2003:24), menyatakan bahwa konseling merupakan rangkaianrangkaian kontak atau hubungan secara langsung dengan individu yang tujuannya memberikan bantuan dalam merubah sikap dan tingkah lakunya.

 

Jika Kita memperhatikan definisi-definisi mengenai mentoring dan konseling, kemudian membandingkannya dengan coaching, maka Kita dapat melihat perbedaan-perbedaan di antara ketiga metode pengembangan diri tersebut. Untuk lebih mudahnya, mari kita lihat tabel perbedaan antara coaching, mentoring, dan konseling berikut ini:
Table 1. Perbedaan antara Coaching, Mentoring, dan Konseling

No

Aspek

Coaching

Mentoring

Konseling

1.

Tujuan

menuntun coachee untuk menemukan ide baru atau cara untuk mengatasi tantangan yang dihadapi atau mencapai tujuan yang
dikehendaki

Membagikan  pengalamannya untuk membantu mentee mengembangkan dirinya

Membantu konseli memecahkan masalahnya

2.

Hubungan

membangun kemitraan yang setara dan coachee sendiri yang mengambil keputusan.

Coach hanya mengarahkan saja, coachee lah yang membuat keputusan sendiri

hubungan antara seseorang yang berpengalaman dan yang kurang berpengalaman.

Mentor langsung memberikan tips bagaimana
menyelesaikan suatu masalah atau mencapai sesuatu

hubungan antara seorang ahli dan seseorang yang  membutuhkan
bantuannya.

Konselor bisa saja langsung memberi solusi.

 

Dari Tabel 1, kita dapat melihat perbedaan-perbedaan antara coaching, mentoring dan konseling. Perbedaan-perbedaan tersebut dilihat dari sisi tujuan dan hubungan

 

Komunikasi Yang Memberdayakan

Secara umum komunikasi dapat diartikan sebagai proses meneruskan informasi atau pesan dari satu pihak kepihak yang lain dengan menggunakan media kata, tulisan ataupun tKita peraga. Komunikasi dapat terjadi satu arah dan dua arah, dimana ada peran pemberi pesan dan penerima pesan. Dalam bukunya Beck, Benet dan Wall mendeskripsikannya sedemikian: Komunikasi adalah tentang diri kita, berawal dari dalam kita dan melalui kita. Komunikasi merepresentasikan keinginan diri kita untuk memiliki arti dan memberikan arti bagi kehidupan. Makna komunikasi menjadi lebih luas dan dalam ketika ada keinginan dari dalam diri manusia yang mendorong komunikasi mereka untuk menjadi lebih berdampak bagi kehidupan baik sang pemberi pesan ataupun penerima pesan, yakni komunikasi yang memberdayakan potensi setiap pihak sehingga dapat menghasilkan perubahan arti kehidupan. Komunikasi yang sedemikian dapat membentuk relasi, menciptakan kenyamanan, dan menghasilkan kreativitas serta kemerdekaan.

Komunikasi menurut Filsuf Jerman, Jurgen Habermas merupakan hubungan yang simetris atau timbal balik. Komunikasi selalu terjadi di antara pihak yang sama kedudukannya. Komunikasi justru bukan hubungan kekuasaan, melainkan hanya dapat terjadi apabila kedua belah pihak saling mengakui kebebasannya dan saling percaya. Komunikasi merupakan interaksi yang diantarkan secara simbolis, menurut Bahasa, dan mengikuti normanorma. Bahasa harus dapat dimengerti, benar, jujur dan tepat. Keberlakuan norma-norma itu hanya dapat dijamin melalui kesepakatan dan pengakuan bersama bahwa kita terikat olehnya. Komunikasi tidak mengembangkan keterampilan, melainkan kepribadian orang. Kita menjadi ahli komunikasi melalui internalisasi peran-peran sosial (Frans Magnis Suseno, Pijar-Pijar Filsafat, 2005, hal 186-188).



Gambar 2. Kutipan mengenai Komunikasi (dikutip ocali.org, 2015)

 

4 unsur utama yang mendasari prinsip komunikasi yang memberdayakan:

1)      Hubungan saling mempercayai

Rasa aman dan nyaman akan hadir dalam sebuah hubungan jika ada rasa saling memperhatikan baik keadaan pribadi atau kesejahteraan
profesionalnya. Bagi murid, bahwa kita peduli pada kualitas belajarnya akan membuat murid berasumsi bahwa komunikasi kita bertujuan untuk perbaikan mutu. Kepercayaan merupakan jalan dua arah.

2)      Menggunakan data yang benar

Dalam setiap komunikasi diperlukan data yang benar dan dinamika yang sesuai. Tanpa gambaran akurat tentang pesan atau masalah yang sedang
dibahas, maka kesan subjektivitas akan hadir dalam proses komunikasi.

3)      Bertujuan menuntun para pihak untuk optimalisasi potensi

Komunikasi memberdayakan seyogyanya menuntun rekan bicara kita untuk mampu berefleksi atas diri mereka dan mengenali pesan atau isu yang dibahas dengan benar. Rasa kepemilikan dan tanggung jawab atas pesan dari proses komunikasi yang ada akan membuat dampak pada jangka yang lebih panjang.

4)      Rencana tindak lanjut atau aksi

Jika diperlukan, buatlah rancangan konkrit sebagai hasil dari proses komunikasi. Hal ini sebagai bentuk komitmen dari sebuah komunikasi yang
bertujuan positif dan efektif.

 

Mari kita berefleksi sejenak:
Apakah komunikasi kita sehari-hari, secara khusus sebagai seorang pendidik sudah memberdayakan dan efektif?
Adakah hasil positif dan transformatif lewat percakapan kita dengan murid di sekolah?


Gambar 3. Ilustrasi Refleksi

 

Coaching adalah salah satu kompetensi pemimpin di abad 21 yang perlu untuk terus dikembangkan, dan lewat keterampilan berkomunikasi yang terus diasah, kita dapat memberdayakan potensi murid kita sehingga baik mereka ataupun diri kita sendiri dapat optimal dalam belajar dan berkarya.

Pada bagian ini, kita akan membahas empat aspek berkomunikasi yang perlu kita  ahami dan kita latih untuk mendukung praktik Coaching kita.

A.    Komunikasi asertif

B.     Pendengar aktif

C.     Bertanya efektif

D.    Umpan balik positif

Penjelasan masing-masing aspek komunikasi tersebut adalah sebagai berikut:  

A. Komunikasi Asertif

Dalam proses berkomunikasi dengan orang lain, tidak selalu apa yang kita harapkan akan berjalan dengan lancar. Ada saja hambatan yang datang dan seringkali hasil komunikasi tersebut tidak dapat memuaskan semua orang. Hal ini dapat terjadi karena sikap berkomunikasi yang berbeda satu sama lain, dan tidak semua orang dapat secara mudah mengungkapkan apa yang ada di benaknya dengan tepat. Kita perlu memahami tipe umum manusia berkomunikasi agar kita dapat memberikan respon yang tepat.

Untuk lebih memahami, simaklah video singkat berikut ini kemudian jawablah pertanyaan reflektif yang disajikan:


Berkomunikasi secara asertif akan membangun kualitas hubungan kita dengan orang lain menjadi lebih positif karena ada pencapaian bersama dan kesepakatan dalam pemahaman dari kedua belah pihak. Kualitas hubungan yang diharapkan dibangun atas rasa hormat pada pemikiran dan perasaan orang lain.


Ketika melakukan kegiatan coaching, sebagai seorang coach kita biasanya menghendaki adanya hasil yang dicapai, namun ada kalanya coachee kita (murid) merasa tidak suka atau merasa ragu serta tertekan dengan komunikasi yang hendak dibangun. Karenanya, sebuah pemahaman komunikasi asertif perlu dibangun agar timbul rasa percaya dan aman. Ketika rasa aman itu hadir dalam sebuah hubungan coach and coachee, maka coachee akan lebih terbuka dan menerima ajakan kita untuk berkomunikasi. Keselarasan pada tujuan mulai terbangun.

Dalam usaha membangun keselarasan berkomunikasi, coach juga perlu belajar menyamakan posisi diri pada saat coaching berlangsung. Beberapa tips singkat yang dapat seorang coach lakukan:

1.   Menyamakan kata kunci

Memperhatikan kata kunci dalam pembicaraan memberikan kesan penerimaan hubungan coach dan coachee. Disini awal keberhasilan coaching sebab coach dan coachee mampu menyesuaikan diri dan membangun relasi.

Kata-kata kunci biasanya merupakan kata-kata yang diulang-ulang atau ditekankan oleh coachee dan ini biasanya terkait dengan nilai kehidupan. Coach dapat menggunakan kata-kata kunci ini untuk membimbing coachee untuk mencapai tujuannya.

Sebagai contoh, jika murid menggunakan bahasa dan istilah kekinian dalam bercerita, kita dapat juga menggunakan istilah yang dipakai ketika kita bertanya untuk mengklarifikasi pernyataannya.

Percakapan 1

Murid  : “Bu, aku tuh kalau uda masuk kelas Pak Mato, pikiran tuh langsung ambyar..byar byar Bu.”

Guru    : “Oh demikian? Bisa kamu ceritakan ambyar yang bagaimana sehingga kamu sulit konsentrasi belajar di kelas?”

 

Percakapan 2

Murid  : “Pak, Timun selalu gitu deh. Lebay banget kalau uda ngomong. Saya makin lama uda gak nyaman mau main sama dia.”

Guru    : “Seberapa kecewanya kamu dengan lebaynya teman yang kamu ceritakan barusan?

 

2.  Menyamakan bahasa tubuh

Bahasa tubuh memainkan peran penting dalam komunikasi sebab hal ini dalam menentukan bagaimana rekan bicara kita akan menanggapi dan berhubungan selanjutnya dengan kita. Bahasa tubuh disini meliputi mimik wajah, suara, postur tubuh, ataupun gerakan tubuh lainnya.

Coach dapat memberikan tanda setuju secara tidak langsung pada apa yang disampaikan coachee dengan senyum atau dengan anggukan. Jika coachee kita sedang bersandar ke lengan kursi misalnya, coach juga dapat mengikuti gerakannya. Ketika coachee sedang bersemangat bercerita dan mencondongkan tubuhnya ke depan, kita juga usahakan  mengikutinya. Kegiatan penyamaan ini perlu dilakukan dengan halus dan tidak kentara agar coachee tidak merasa ditiru.

3. Menyelaraskan emosi

Setelah kata dan bahasa tubuh yang kita selaraskan, emosi pun perlu kita usahakan untuk diselaraskan, terutama ketika coachee mengucapkan hal-hal yang emosional. Hal ini akan membuat coachee merasa coach-nya ada pada pihaknya dan mengerti perasaannya.

Contoh:

Murid : “Saya sudah gak bisa kerja sama Toni lagi Bu. Dia tidak pernah menerima ide yang saya berikan.”

Guru  : “Ya, Ibu dapat memahami perasaan kamu. Tidak semua orang dapat dengan mudah menerima pendapat orang lain.”

Komunikasi asertif membangun relasi. Relasi baik dan positif yang terbentuk akan menjadi modal utama dalam process coaching.

 

B. Pendengar aktif

Bacalah kutipan berikut ini. Tuliskan pemahaman  Kita

I know that you believe you understand what you think I said but I am not sure you realise that what you think you heard and it is not what I meant

~ Alan Greenspan

(Saya tahu bahwa  Kita percaya diri bahwa  Kita memahami apa yang  Kita pikir saya katakan, namun saya tidak yakin bahwa  Kita menyadari bahwa apa yang  Kita pikir sudah didengar, dan ini bukanlah yang saya maksudkan)

 

Salah satu keterampilan utama dalam coaching adalah keterampilan mendengar. Seorang coach yang baik akan mendengar lebih banyak dan kurang berbicara. Dalam sesi coaching kita perlu fokus bahwa pusat komunikasi adalah pada diri coachee, yakni murid kita. Dalam hal ini, seorang coach harus dapat mengesampingkan agenda pribadi atau apa yang ada dipikirannya termasuk penilaian terhadap coachee.

Terdengar mudah ya untuk dilakukan? Kita hanya perlu untuk duduk berhadapan dengan mereka dan mendengar apa yang mereka sampaikan. Namun apakah sungguh semudah itu? Dapatkah kita dengan sungguh mendengar mereka dan tidak mendengarkan apa yang ada dipikiran kita sendiri? Mari kita belajar lebih lanjut tentang kata kerja “mendengar” melalui tautan video berikut ini.


Ketika kita mendengarkan lawan bicara kita, hal-hal yang kita dengar dari mereka antara lain: Pesan yang disampaikan, baik yang terungkap langsung ataupun yang tersirat

·         Emosi dan perasaannya

·         Pikirannya

·         Bahasa tubuh dan mimik wajah

·         Nila-nilai yang menghidupi diri mereka

·         Usaha dan hasil yang dicapai

·         Materi lainnya yang disampaikan

Tantangan kita ketika mendengarkan ada pada kemampuan kita menangkap pesan yang disampaikan lewat ragam gaya komunikasi mereka. Karenanya, kita juga perlu mengerti beberapa teknik mendengarkan aktif, sehingga kita mampu menangkap pesan-pesan yang disampaikan.

5. Teknik mendengarkan aktif

1.      Memberikan perhatian penuh pada lawan bicara kita dalam menyampaikan pesan. 

Pesan yang disampaikan bisa terkomunikasikan secara verbal maupun non-verbal. Karenanya, sebagai coach kita perlu fokus dan komitmen diri pada awal sesi untuk hadir sepenuhnya selama coaching berlangsung.

2.      Tunjukkan bahwa kita mendengarkan.

Bahasa tubuh dan respon kita dapat secara efektif menyampaikan pesan kepada lawan bicara kita bahwa kita memperhatikan setiap pesan yang disampaikan. Contoh bahasa tubuh dan respon kecil yang menunjukkan bahwa seseorang mendengarkan secara aktif:

Respon singkat – ‘oh’ , ‘iya’, ‘hm…”

Anggukan kecil – t Kita mengerti apa yang disampaikan

Raut wajah positif – senyum

Kontak mata – jaga kontak mata

Postur tubuh – condong ke arah rekan bicara kita dan hindari melipat tangan di depan dada

Gerakan tubuh – hindari menggoyangkan jari atau kaki

3.      Menanggapi perasaan dengan tepat

Nada positif dan berikan afirmasi kepada apa yang disampaikan oleh rekan bicara kita. Fokus kepada masalah atau topik yang disampaikan.
Contoh: “Saya merasakan apa yang kamu alami saat ini.”, “Sepertinya kamu telah menangani masalahmu dengan cukup baik.”, “Saya kagum dengan usahamu.”

4.      Parafrase 

Ini digunakan ketika kita hendak menegaskan kembali makna pesan yang disampaikan dengan menggunakan kalimat kita sendiri.

Contoh:

Murid: “Saya kecewa orang tua saya tidak pernah mau mengurusi sekolah saya.”
 Kita: “Jadi kamu merasa kecewa sama Bapak Ibumu karena mereka tidak acuh dan tidak mengurusi sekolah mu ya?”

5.      Bertanya

Pendengar aktif akan mengajukan pertanyaan untuk mendorong lawan bicaranya menguraikan lebih lagi keyakinan atau perasaannya. Pada saat inilah diperlukan keterampilan bertanya sehingga mampu menggali lebih dalam potensi yang dimiliki oleh rekan bicara kita. Bagian ini akan kita bahas pada aspek komunikasi yang memberdayakan berikutnya.


Gambar 5. Menjadi Pendengar Aktif

 

C. Bertanya Efektif

Apa sulitnya ya bertanya? Tiap hari kita mengajukan pertanyaan, baik kepada orang lain di sekeliling kita dan kepada diri kita sendiri. Coba kita pikirkan bersama, mengapa keterampilan bertanya perlu untuk dipelajari?

Dalam melaksanakan coaching ketrampilan kunci yang diperlukan adalah mengajukan pertanyaan dengan tujuan tertentu. Pertanyaan yang diajukan seorang coach diharapkan menggugah orang yang coach tidak sekedar berupa respon pendek atau respon ya dan tidak. Pertanyaan seorang coach diharapkan ‘ dapat menstimulasi pemikiran coachee, memunculkan hal-hal yang mungkin belum terpikirkan sebelumnya, mengungkapkan emosi atau nilai dalam diri dan yang dapat mendorong coachee untuk membuat sebuah aksi bagi pengembangan potensi diri.

Gambar 6. Pertanyaan

Mari kita simak video pada tautan berikut, 



Setelah  Kita memahami dan mempraktekan cara membuat pertanyaan yang efektif, kita juga perlu tahu beberapa bentuk pertanyaan yang sebaiknya kita hindari dalam proses coaching karena bentuk pertanyaan tersebut dapat menghambat keberhasilan coachee dalam proses coaching.

1.      Pertanyaan tertutup

Jenis pertanyaan ini hanya akan membuat coachee menjawab dengan Ya dan Tidak, atau hanya berespon dengan 1 kata. Jika pertanyaan Coach seperti demikian maka pikiran coachee akan kurang atau bahkan tidak terstimulasi. Coachee akan mendapatkan hambatan dalam mengeksplorasi pilihan dan potensi mereka untuk bergerak maju dan membuat aksi.

Jika kita bertanya: “Apa kamu akan melanjutkan pendidikan ke universitas negeri?”, Murid kita akan cenderung menjawab ”Ya” atau hanya mengangguk.

Namun jika kita bertanya, “Apa yang sudah kamu rencanakan untuk studimu setelah lulus SMA?”, murid kita akan terstimulasi untuk memberikan jawaban yang terelaborasi.

2.      Pertanyaan yang mengarahkan

Pertanyaan ini seperti menyiratkan jawaban yang kita harapkan keluar dari respon coachee. Kecenderungan seorang guru dalam bertanya adalah dengan memberikan arahan sehingga murid kita mampu menjawab sesuai yg diharapkan. Dalam menerapkan pendampingan dengan pendekatan  coaching di sekolah, peran yang sedemikian harus kita tanggalkan.

Ingat bahwa dalam coaching, tugas coach adalah memfasilitasi coachee untuk mencapai tujuan yang dia inginkan, bukan yang coach inginkan.

Contoh pertanyaan mengarahkan: “Sepertinya kita perlu mendiskusikan jadwal pelaksanaan kegiatan sosial yang kamu rancang.”

Pertanyaan alternatif: “Dari kegiatan-kegiatan yang akan kita diskusikan saat ini, mana yang perlu kita bahas terlebih dahulu?”

Contoh lainnya: “Kamu tidak jadi mengambil kursus memasak kan?”

Pertanyaan alternatif: “Apa manfaat yang akan kamu dapat jika kamu mulai kursus memasak?”

 

D. Umpan Balik Positif

Umpan balik dalam coaching bertujuan untuk membangun potensi yang ada pada coachee dan menginspirasi mereka untuk berkarya. Coachee memaknai umpan balik yang disampaikan sebagai refleksi dan pengembangan diri. Secara khusus diberikan pada coachee ketika dalam process coaching, ada hal-hal yang tidak terduga muncul atau hasil dari coaching ini berbeda dari yang coachee pikirkan.

Dorongan positif diperlukan agar coachee meneruskan hasil coaching ini sampai pada tahap aksi. Bentuk umpan balik dapat disampaikan dalam beberapa cara dengan aspek-aspek berikut (Pramudianto, 2015):

1.        Langsung diberikan saat komunikasi.

Contoh: “Wah bagus ucapanmu yang baru saja kamu sampaikan.”

2.        Spesifik – fokus pada apa yang dikatakan

Contoh: “Hal ini sepertinya belum diungkapkan sebelumnya. Ayo kita coba bicarakan hal ini lebih lagi. Ini dapat menjadi alternatif lain untukmu.”

3.        Faktor emosi – mengikutsertakan emosi yang dirasakan

Contoh: “Ah.. saya ikut gembira mendengar pencapaian mu dalam kerja kelompok kemarin.” “Situasimu terdengar sulit. Mari perlahan kita bicarakan agar kamu bisa mendapatkan alternatif dari situasi ini.”

4.        Apresiasi – menyertakan motivasi positif

Contoh: “Kamu bisa Nak. Kamu pasti bisa menjalankan komitmenmu. Kamu sudah berjalan sejauh ini, dengan perencanaan yang lebih baik, kamu dapat menyelesaikan tantangan ini.”

 

Coaching adalah sebuah kegiatan komunikasi pemberdayaan (empowerment) yang bertujuan membantu para coachee dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya dalam mencari solusi dari permasalahan yang dihadapi agar hidupnya menjadi lebih efektif. Kemampuan berkomunikasi menjadi kunci dari proses coaching sebab pendekatan dan teknik yang dilakukan dalam coaching merupakan proses mendorong dari belakang  sehingga coachee dapat menemukan jawaban dari apa yang dia temukan sendiri (Pramudianto, 2015), bukan dengan diarahkan atau digurui. Inilah yang menjadi keunikan coaching.

 

TIRTA Sebagai Model Coaching

TIRTA

TIRTA dikembangkan dari satu model umum coaching yang dikenal sangat luas dan telah banyak diaplikasikan yaitu GROW model. GROW adalah kepanjangan  dari Goal, Reality, Options dan Will. Pada tahapan 1) Goal (Tujuan): coach perlu mengetahui apa tujuan yang hendak dicapai coachee dari sesi coaching ini, 2) Reality (Hal-hal yang nyata): proses menggali semua hal yang terjadi pada diri coachee, 3) Options (Pilihan): coach membantu coachee dalam memilah dan memilih hasil pemikiran selama sesi yang nantinya akan dijadikan sebuah rancangan aksi. 4) Will (Keinginan untuk maju): komitmen coachee dalam membuat sebuah rencana aksi dan menjalankannya.

Model TIRTA dikembangkan dengan semangat merdeka belajar yang menuntut guru untuk memiliki keterampilan coaching.  Hal ini penting mengingat tujuan coaching yaitu untuk melejitkan potensi murid agar menjadi lebih merdeka. Melalui model TIRTA, guru diharapkan dapat melakukan pendampingan kepada murid melalui pendekatan coaching di komunitas sekolah dengan lebih mudah dan mengalir.

TIRTA kepanjangan dari

T: Tujuan

I: Identifikasi

R: Rencana aksi

TA: Tanggung jawab

Dari segi bahasa, TIRTA berarti air. Air mengalir dari hulu ke hilir. Jika kita ibaratkan murid kita adalah air, maka biarlah ia merdeka, mengalir lepas hingga ke hilir potensinya.  Kita, sebagai guru memiliki tugas untuk menjaga air itu tetap mengalir, tanpa sumbatan.

Tugas  Kita adalah menuntun atau membantu murid (coachee) menyadari bahwa mereka mampu menyingkirkan sumbatan-sumbatan yang mungkin menghambat perkembangan potensi dalam dirinya.

Dengan demikian, bagaimana cara  Kita menjaga agar dapat menyingkirkan sumbatan yang ada? Jawabannya adalah keterampilan coaching.

Tujuan Umum

Tujuan Umum (Tahap awal dimana kedua pihak coach dan coachee menyepakati tujuan pembicaraan yang akan berlangsung. Idealnya tujuan ini datang dari coachee). Dalam tujuan umum, beberapa hal yang dapat coach rancang (dalam pikiran coach) dan yang dapat ditanyakan kepada coachee adalah:

a)      Apa rencana pertemuan ini?

b)      Apa tujuannya?

c)      Apa tujuan dari pertemuan ini?

d)      Apa definisi tujuan akhir yang diketahui?

e)       Apakah ukuran keberhasilan pertemuan ini?

Seorang coach menanyakan kepada coachee tentang sebenarnya tujuan yang ingin diraih coachee.

Identifikasi

Identifikasi (Coach melakukan penggalian dan pemetaan situasi yang sedang dibicarakan, dan menghubungkan dengan fakta-fakta yang ada pada saat sesi)

Beberapa hal yang dapat ditanyakan dalam tahap identifikasi ini adalah:

a)      Kesempatan apa yang kamu miliki sekarang?

b)      Dari skala 1 hingga 10, dimana kamu sekarang dalam pencapaian tujuan kamu?

c)      Apa kekuatan kamu dalam mencapai tujuan?

d)      Peluang/kemungkinan apa yang bisa kamu ambil?

e)      Apa hambatan atau gangguan yang dapat menghalangi kamu dalam meraih tujuan?

f)       Apa solusinya?

Rencana Aksi

Rencana Aksi (Pengembangan ide atau alternatif solusi untuk rencana yang akan dibuat)

a)      Apa rencana kamu dalam mencapai tujuan?

b)      Adakah prioritas?

c)      Apa strategi untuk itu?

d)      Bagaimana jangka waktunya?

e)      Apa ukuran keberhasilan rencana aksi kamu?

f)       Bagaimana cara kamu mengantisipasi gangguan?

TAnggungjawab

TAnggungjawab (Membuat komitmen atas hasil yang dicapai dan untuk langkah selanjutnya)

a)      Apa komitmen kamu terhadap rencana aksi?

b)      Siapa dan apa yang dapat membantu kamu dalam menjaga komitmen?

c)      Bagaimana dengan tindak lanjut dari sesi coaching ini?

 

Dengan menjalankan metode TIRTA ini, harapannya seorang guru dapat semakin mudah dapat menjalankan perannya sebagai coach. Gambar model TIRTA berikut ini dapat membantu  Kita agar lebih terarah dalam melakukan sesi coaching.

 


Anda mungkin menyukai postingan ini:

2 komentar: