Apakah kepemimpinan murid ?
Dari paket modul 1 dan 2
sebelumnya, kita telah belajar bahwa murid harus menjadi dasar bagi semua
pengambilan keputusan yang kita buat di sekolah. Melalui filosofi dan metafora
“menumbuhkan padi”, Ki Hajar Dewantara mengingatkan kita bahwa dalam mewujudkan
pembelajaran yang berpusat pada murid, kita harus secara sadar dan
terencana membangun ekosistem yang mendukung pembelajaran murid sehingga mampu
memekarkan mereka sesuai dengan kodratnya. Dengan demikian, saat kita merancang
sebuah program/kegiatan pembelajaran di sekolah, baik itu intrakurikuler,
ko-kurikuler, atau ekstrakurikuler, maka murid juga seharusnya menjadi
pertimbangan utama. Pertanyaannya kemudian adalah sejauh mana kita dapat
menempatkan murid dalam proses pengambilan keputusan terkait dengan
program/kegiatan pembelajaran tersebut?
“Sesungguhnya
alam-keluarga itu bukannya pusat pendidikan individual saja, akan tetapi juga
suatu pusat untuk melakukan pendidikan sosial. Orangtua harus melakukan
pendidikan bersama dengan pusat-pusat pendidikan, dan terhubung dengan kaum
guru dan pengajar [Ki Hadjar Dewantara dalam Wasita, Tahun ke-1 No.3,
Mei 1993]”
Kita semua tentu sepakat bahwa murid-murid kita dapat
melakukan lebih dari sekedar menerima instruksi dari guru. Mereka secara
natural adalah seorang pengamat, penjelajah, penanya, yang memiliki rasa ingin
tahu atau minat terhadap berbagai
hal. Lewat rasa ingin tahu serta interaksi dan pengalaman mereka dengan orang
lain dan lingkungan sekitarnya, mereka kemudian membangun sendiri pemahaman
tentang diri mereka, orang lain, lingkungan sekitar, maupun dunia yang lebih
luas. Dengan kata lain, murid-murid kita sebenarnya memiliki kemampuan atau
kapasitas untuk mengambil bagian atau peranan dalam proses belajar mereka
sendiri. Namun, terkadang guru atau orang dewasa memperlakukan murid-murid
seolah-olah mereka tidak mampu membuat keputusan, pilihan atau memberikan
pendapat terkait dengan proses belajar mereka. Kadang-kadang kita bahkan tanpa
sadar membiarkan murid-murid kita secara sengaja menjadi tidak berdaya (learned
helplessness), dengan secara sepihak memutuskan semua yang harus murid
pelajari dan bagaimana mereka mempelajarinya, tanpa melibatkan peran serta
mereka dalam proses pengambilan keputusan tersebut.
Kepemimpinan Murid (Student
Agency)
Agar kita dapat menjadikan murid
sebagai pemimpin bagi proses pembelajarannya sendiri, maka kita perlu
memberikan kesempatan kepada murid untuk mengembangkan kapasitasnya dalam mengelola pembelajaran mereka sendiri, sehingga potensi
kepemimpinannya dapat berkembang dengan baik. Peran kita adalah:
1.
Mendampingi murid agar pengembangan potensi kepemimpinan mereka tetap
sesuai dengan kodrat, konteks dan kebutuhannya.
2.
Mengurangi kontrol kita terhadap mereka
Saat murid memiliki kontrol atas apa yang terjadi, atau
merasa bahwa mereka dapat mempengaruhi sebuah situasi inilah, maka murid akan memiliki apa yang disebut
dengan “agency”. Agency berasal dari bahasa
inggris yang diartikan sebagai kapasitas seseorang untuk mempengaruhi fungsi
dirinya dan arah jalannya peristiwa melalui tindakan yang dibuatnya.
Murid mendemonstrasikan “student agency” ketika mereka
mampu mengarahkan pembelajaran mereka sendiri, membuat pilihan-pilihan,
menyuarakan opini, mengajukan pertanyaan dan mengungkapkan rasa ingin tahu,
berpartisipasi dan berkontribusi pada komunitas belajar, mengkomunikasikan
pemahaman mereka kepada orang lain, dan melakukan tindakan nyata sebagai hasil
proses belajarnya.
Mengingat bahwa kata agency ini belum ada
padanan yang tepat dalam bahasa Indonesia, maka untuk kepentingan pembahasan di
dalam modul ini, maka istilah student agency ini selanjutnya
akan diterjemahkan sebagai “kepemimpinan murid”.
Jika kita mengacu pada OECD
(2021), ‘kepemimpinan murid’ berkaitan dengan pengembangan identitas dan rasa
memiliki. Ketika murid mengembangkan agency, mereka
mengandalkan motivasi, harapan, efikasi
diri, dan growth mindset (pemahaman bahwa kemampuan dan
kecerdasan dapat dikembangkan) untuk menavigasi diri mereka menuju
kesejahteraan lahir batin (wellbeing). Hal inilah yang kemudian
memungkinkan mereka untuk bertindak dengan memiliki tujuan, yang membimbing
mereka untuk berkembang di masyarakat.
Konsep kepemimpinan murid sebenarnya berakar pada
prinsip bahwa murid memiliki kemampuan dan keinginan untuk secara positif
mempengaruhi kehidupan mereka sendiri dan dunia di sekitar mereka. Kepemimpinan
murid dapat dilihat sebagai kapasitas untuk menetapkan tujuan, melakukan
refleksi dan bertindak secara bertanggung jawab untuk menghasilkan perubahan.
Kepemimpinan murid adalah tentang murid yang bertindak secara aktif; dan
membuat keputusan serta pilihan yang bertanggung jawab, daripada hanya sekedar
menerima apa yang ditentukan oleh orang lain. Ketika murid menjadi agen dalam
pembelajaran mereka sendiri, yaitu ketika mereka berperan aktif dalam
memutuskan apa dan bagaimana mereka akan belajar, maka mereka cenderung
menunjukkan motivasi yang lebih besar untuk belajar dan lebih mampu menentukan
tujuan belajar mereka sendiri. Lewat proses yang seperti ini, murid-murid akan
secara natural mempelajari keterampilan belajar (belajar bagaimana belajar).
Keterampilan belajar ini adalah sebuah keterampilan yang sangat penting, yang
dapat dan akan mereka gunakan sepanjang hidup mereka.
Saat murid menjadi pemimpin dan mengambil peran aktif
dalam proses pembelajaran mereka sendiri, maka hubungan yang tercipta antara
guru dengan murid akan mengalami perubahan, karena hubungannya akan menjadi
bersifat kemitraan. Dalam hubungan yang bersifat kemitraan ini,
saat murid belajar mereka akan:
·
berusaha untuk memahami
tujuan pembelajaran yang ingin dicapainya
·
menunjukkan keterlibatan
dalam proses pembelajaran
·
menunjukkan tanggung jawab
dalam proses pembelajaran mereka sendiri.
·
menunjukkan rasa ingin tahu
·
menunjukkan inisiatif
·
membuat pilihan-pilihan
tindakan
·
memberikan umpan balik
kepada satu sama lain.
Di sisi lain,
guru yang akan mengambil peranan sebagai mitra murid dalam belajar akan:
·
berusaha secara aktif mendengarkan,
menghormati dan menanggapi ide-ide, pendapat, pertanyaan, aspirasi dan
perspektif murid-murid mereka.
·
memperhatikan kemampuan,
kebutuhan, dan minat murid-murid mereka untuk memastikan proses
pembelajaran sesuai untuk mereka.
·
mendorong murid untuk
mengeksplorasi minat mereka dengan memberi mereka tugas-tugas terbuka.
·
menawarkan kesempatan
kepada murid untuk menunjukkan kreativitas dan mengambil risiko.
·
mempertimbangkan sejauh
mana tingkat bantuan yang harus diberikan kepada murid berdasarkan informasi
yang mereka miliki
·
menunjukkan minat dan
keingintahuan untuk mendengarkan dan menanggapi setiap aktivitas murid untuk
memperluas pemikiran mereka.
Untuk lebih
memahami konsep kepemimpinan murid, Bapak/Ibu dapat membaca tabel berikut ini.
Kepemimpinan Murid dan Profil
Pelajar Pancasila
Populasi manusia Indonesia usia
sekolah di masa sekarang, dalam 10-15 tahun mendatang akan menjadi populasi
terbanyak dan mendominasi usia produktif masyarakat Indonesia. Ini sering kita
sebut sebagai bonus demografi jika
saja kita dapat menumbuhkan manusia produktif Indonesia yang berkarakter baik.
Namun sebaliknya, jika karakter yang bertumbuh adalah justru karakter buruk,
maka “kutukan” demografi-lah yang akan Indonesia dapatkan. Profil Pelajar
Pancasila sebenarnya adalah visi dan harapan Indonesia untuk karakter warganya
di masa mendatang. Profil Pelajar Pancasila adalah muara dari konsep merdeka
belajar dan pemelajar sepanjang hayat yang ingin dibangun lewat upaya
penumbuhkembangan kepemimpinan murid. Melalui upaya menumbuhkembangkan
kepemimpinan murid kita menyediakan kesempatan murid untuk mengembangkan profil
positif dirinya, yang kemudian diharapkan dapat mewujud sebagai pelajar
Pancasila yang tidak hanya menjadi pribadi yang merdeka, namun juga menjadi pribadi
yang memerdekakan bangsanya.
Jika kita telaah lebih lanjut, dengan menumbuhkembangkan
kepemimpinan murid maka secara bersamaan kita sebenarnya juga membangun
karakter murid yang:
1.
beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia. Menumbuhkembangkan kepemimpinan murid akan
mendorong murid mengembangkan berbagai sikap-sikap positif yang merupakan
pengejawantahan dari iman, ketakwaan dan akhlak mulia.
2.
berkebinekaan global. Menumbuhkembangkan kepemimpinan murid akan melatih murid-murid kita
untuk memiliki pemikiran dan wawasan yang terbuka. Mereka akan terbiasa
untuk melihat perbedaan, menghargai beragam perspektif sehingga diharapkan
dapat hidup ditengah-tengah masyarakat yang majemuk, yang mampu menghadapi
perbedaan dan perubahan, baik dalam lingkup lokal maupun global.
3.
mampu bergotong royong. Kepemimpinan murid memungkinkan murid untuk terlibat dan
berinteraksi dengan orang lain, bekerjasama dan berkontribusi dalam masyarakat
yang lebih luas.
4.
mandiri. Menumbuhkembangkan
kepemimpinan murid mendorong murid untuk mengambil kontrol dan bertanggung
jawab pada proses pembelajarannya sendiri.
5.
dapat berpikir kritis. Menumbuhkembangkan kepemimpinan murid mendorong murid untuk memiliki
kemampuan berpikir kritis karena mereka akan belajar untuk membuat
pilihan dan membuat keputusan yang bertanggung jawab.
6.
kreatif.
Menumbuhkembangkan kepemimpinan murid memungkinkan murid untuk terekspos pada
pengalaman belajar otentik yang menuntut mereka untuk mampu melihat
permasalahan dan secara kreatif berusaha mencari solusi atas permasalahan
tersebut.
Suara Murid, Pilihan Murid, dan
Kepemilikan Murid
Saat murid menjadi pemimpin dalam proses pembelajaran mereka sendiri (atau kita
katakan: saat murid memiliki agency, maka mereka sebenarnya memiliki suara (voice), pilihan (choice), dan
kepemilikan (ownership) dalam proses pembelajaran mereka.
Lewat suara, pilihan, dan kepemilikan inilah murid kemudian mengembangkan
kapasitas dirinya menjadi seorang pemilik bagi proses belajarnya sendiri.
Tugas kita sebagai guru sebenarnya hanya menyediakan lingkungan yang
menumbuhkan budaya di mana murid memiliki suara, pilihan, dan kepemilikan dalam
apa yang mereka pikirkan, niat yang mereka tetapkan, bagaimana mereka
melaksanakan niat mereka, dan bagaimana mereka merefleksikan tindakan mereka.
Lalu, Apa sebenarnya
yang dimaksud dengan suara, pilihan, dan kepemilikan murid? Mari kita
bahas satu persatu ketiga aspek tersebut:
1. Suara Murid (voice)
Ketika kita berbicara tentang
“suara” murid, maka kita sebenarnya bukan hanya berbicara tentang memberi murid
kesempatan untuk mengomunikasikan ide dan pendapat. Lebih luas dari ini,
mempertimbangkan suara murid adalah tentang bagaimana kita memberdayakan murid
kita agar memiliki kekuatan untuk memengaruhi perubahan. Suara murid yang
otentik memberikan kesempatan bagi murid untuk berkolaborasi dan membuat
keputusan dengan orang dewasa seputar apa dan bagaimana mereka belajar dan
bagaimana pembelajaran mereka dinilai.
Mempromosikan suara murid dalam
proses pembelajaran dapat dilakukan dalam banyak cara. Suara murid dapat
ditumbuhkan melalui diskusi, membuka ruang ekspresi kreatif, memberi pendapat,
merelevansikan pembelajaran secara pribadi, dan sebagainya. Berikut ini adalah
beberapa contoh mempromosikan “suara murid”:
a.
Membangun budaya saling mendengarkan.
b.
Membangun kepercayaan diri murid bahwa setiap suara berharga dan layak
didengar.
c.
Memberikan kesempatan murid untuk bertanya, memberikan pendapat,
berdiskusi.
d.
Mendiskusikan keyakinan kelas dan membuat kesepakatan kelas.
e.
Melibatkan murid dalam memberikan umpan balik terhadap proses belajar
yang telah dilakukan.
f.
Melibatkan murid dalam menyusun kriteria penilaian.
g.
Melibatkan murid dalam perencanaan pembelajaran.
h.
Membentuk dewan murid atau komite-komite yang anggotanya adalah murid
untuk memberikan masukan kepada sekolah tentang berbagai hal.
i.
Membuat daftar rutinitas bersama murid. Mintalah masukan murid untuk
mengembangkan rutinitas seputar apa yang harus dilakukan saat tiba di kelas,
saat berganti/transisi antar pelajaran, sinyal-sinyal komunikasi yang
disepakati, rapat kelas, dsb.
j.
Melakukan survei untuk mengetahui alat permainan apa yang mereka
inginkan ada di halaman sekolah.
k.
Memberikan kesempatan murid menentukan menu kantin.
l.
Membuat kotak saran untuk memberikan murid memberikan saran dan masukan
tentang sekolah.
m.
Melakukan kegiatan pembelajaran berbasis proyek. Mengidentifikasi
masalah dunia nyata yang menarik bagi murid dan kemudian memberi kesempatan
mereka untuk bekerja sama dan bertukar pikiran tentang strategi dan
solusi untuk permasalahan tersebut.
n.
Membuat blog murid dan majalah dinding untuk
menyuarakan aspirasi dan kreativitas murid.
2. Pilihan Murid (Choice)
Penelitian yang dilakukan oleh
Aiken, Heinze, Meuter, & Chapman, (2016) dan Thibodeaux et al. (2017)
menyimpulkan bahwa jika kita menginginkan murid-murid kita mengambil peran
tanggung jawab untuk pembelajaran mereka, maka kita harus memberikan
murid kesempatan untuk memilih apa dan bagaimana mereka akan
belajar. Memberikan pilihan pada murid dapat memberdayakan murid,
mendorong keterlibatan dalam pembelajaran, dan mengenalkan pada minat pribadi
dalam pengalaman belajar (Aiken et al, 2016). Selain itu,
memberikan murid pilihan juga meningkatkan motivasi dan otonomi murid, yang
dapat memberikan dampak positif pada efikasi diri dan motivasi murid (Bandura,
1997).
Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana guru dapat
memberikan murid-murid ‘pilihan’ dalam proses belajar mereka? Ada banyak cara yang dapat dilakukan.
Berikut ini adalah beberapa contoh bagaimana guru dapat mendorong dan
menyediakan “pilihan” bagi murid-muridnya.
a.
Membuka cakrawala murid bahwa ada berbagai pilihan atau alternatif yang
dapat dijadikan bahan pertimbangan sebelum menentukan sebuah keputusan.
b.
Memberikan kesempatan bagi murid untuk memilih bagaimana mereka
mendemonstrasikan pemahamannya tentang apa yang telah mereka pelajari.
c.
Memberikan kesempatan pada murid untuk memilih peran yang dapat mereka
ambil dalam sebuah kegiatan/program.
d.
Memberikan murid kesempatan untuk memilih kelompok.
e.
Memberikan kesempatan murid untuk mengelola pengaturan kegiatan.
f.
Menggunakan musyawarah untuk mengambil keputusan, atau jika memang
diperlukan melalui voting, untuk memprioritaskan langkah
tindakan atau aktivitas berikutnya. Misalnya saat ingin belajar tentang topik
tertentu, guru dapat mendiskusikan dan membuat daftar kegiatan apa saja yang
dapat mereka lakukan, kemudian meminta murid untuk memilih mana yang ingin mereka
lakukan lebih dulu.
g.
Mengajak OSIS membuat daftar kegiatan (event), dan memberikan
kesempatan untuk memilih mana kegiatan yang ingin mereka lakukan di tahun
ajaran ini.
h.
Memberi kesempatan pada murid untuk menentukan sendiri bentuk penugasan
yang mereka inginkan.
i.
memberikan kesempatan pada murid untuk mempresentasikan hasil
kerja/proyek sesuai dengan gaya , minat dan bakat mereka
j.
memberikan kesempatan pada murid untuk menggali sumber-sumber belajar
sesuai minat mereka.
k.
memberikan kesempatan pada murid untuk mengevaluasi pembelajarannya.
l.
memberikan kesempatan pada murid untuk menentukan rencana, jadwal atau
agenda dalam melaksanakan pembelajarannya.
3. Kepemilikan Murid (ownership)
Dalam pembahasan sebelumnya, telah dijelaskan bahwa saat murid berada dalam kursi
kemudi proses belajar mereka, maka mereka akan lebih bertanggungjawab terhadap
proses pembelajaran mereka sendiri dan menunjukkan keterlibatan yang lebih
tinggi dalam proses belajarnya.
Voltz DL, Damiano-Lantz M. dalam artikel penelitiannya
yang berjudul Developing Ownership in Learning. Teaching
Exceptional Children (1993;25(4):18-22) menjelaskan bahwa kepemilikan
dalam belajar (ownership in learning) sebenarnya mengacu pada rasa
keterhubungan, keterlibatan aktif, dan minat pribadi seseorang dalam proses
belajar. Jadi dengan kata lain, saat murid terhubung (baik secara fisik,
kognitif, sosial emosional) dengan apa yang sedang dipelajari, terlibat aktif
dan menunjukkan minat dalam proses belajarnya, maka kita dapat mengatakan bahwa
tingkat rasa kepemilikan mereka terhadap proses belajar tinggi.
Berikut ini adalah beberapa contoh mempromosikan
“kepemilikan murid”:
- Mengajak murid mengatur layout kelas
mereka sendiri.
- Meminta pendapat murid untuk menentukan
bentuk penugasan.
- Merespon umpan balik yang diberikan
murid.
- menciptakan lingkungan belajar di mana
murid dapat menetapkan tujuan belajar dan kriteria keberhasilan mereka
sendiri, dan memantau dan menyesuaikan pembelajaran mereka..
- Memulai pembelajaran dengan menanyakan
kepada murid apa yang mereka ketahui tentang topik tersebut dan
mendiskusikan tentang pengalaman murid tentang topik ini serta apa yang
mereka minati tentang pembelajaran.
- Memosting ide siswa (dengan seizin murid
sebagai bagian dari menghargai dan menghormati kepemilikan murid )
- Mengkondisikan lingkungan fisik yang
mendukung kepemilikan. Misalnya membuat papan buletin, yang dapat
digunakan murid untuk menampilkan informasi tentang pekerjaan mereka,
kesuksesan mereka, dsb.
- Mengajak murid untuk mengatur kelas
mereka sendiri.
- Memajang pekerjaan-pekerjaan murid di
kelas.
- Melakukan self assessment
- Membuat sudut murid di salah satu bagian
sekolah, kemudian memberikan jadwal untuk setiap kelas untuk melakukan
sesuatu di sudut tersebut.
- Memberi kesempatan murid membawa
sumber-sumber pembelajaran yang mungkin mereka miliki dan meminta mereka
berbagi.
Untuk menumbuhkan kepemimpinan
murid dalam proses belajar, ketiga aspek tersebut perlu dipertimbangkan dengan baik oleh guru. Pilihan murid menjadi
penting agar murid dapat mengambil kepemilikan atas pembelajaran mereka.
Melalui pilihan dan kepemilikan, suara mereka dapat
diwujudkan. Perlu diperhatikan bahwa ketiga aspek ini tidak dapat
berada di lingkungan yang tidak terstruktur Ketiga aspek ini harus
disematkan dengan hati-hati dalam lingkungan belajar yang menumbuhkembangkan
elemen-elemen tersebut secara otentik. Lingkungan belajar yang seperti ini akan
mensyaratkan seluruh anggota komunitas untuk ikut terlibat dalam prosesnya.
Contoh
Program/Kegiatan Sekolah yang Mempromosikan, suara (voice), Pilihan dan
Kepemilikan Murid
Untuk lebih memperdalam pemahaman
Bapak/Ibu terkait dengan elemen pilihan, kepemilikan dan suara ini, silahkan
Bapak/Ibu lihat beberapa contoh program atau kegiatan sekolah yang disajikan
dalam narasi situasi dan video berikut ini.
Situasi 1
Bu Dian mengajar di Kelas 1 SD. Di
awal tahun ajaran baru ia ingin melibatkan murid-muridnya mengatur sendiri
ruang kelas mereka. Bu Dian ingin murid-muridnya memiliki rasa
kepemilikan terhadap kelas mereka sehingga mereka akan secara sadar menjaga dan
memelihara kelasnya dengan baik. Ia kemudian meminta murid-muridnya untuk
bekerja kelompok merancang layout kelas. Setiap kelompok diberikan selembar
kertas dan mendiskusikan lalu memutuskan dimana mereka akan meletakkan loker,
kursi, meja, tempat sampah, keranjang buku, lemari buku, meja guru,
dsbnya. Karena murid-murid kelas 1 belum bisa menulis, maka mereka boleh
menggambar. Setelah itu setiap kelompok akan menjelaskan layout kelas
kelompok mereka di depan kelas. Murid-murid lain dapat memberikan pertanyaan
tentang layout tersebut. Setelah semua kelompok melakukan presentasi, mereka
kemudian harus memutuskan layout mana yang akan dipilih untuk diimplementasikan.
Setelah dilakukan pemilihan, terpilihlah satu layout yang paling ingin
diimplementasikan oleh murid di kelas tersebut. Namun, Ibu Dian lalu menyadari
bahwa layout pilihan tersebut menurut kacamata dia sebagai guru sepertinya
adalah layout yang “paling sulit untuk dilakukan dan paling tidak efektif”.
Namun karena itu yang paling banyak dipilih, dan karena Ibu Dian ingin
menghargai pilihan murid, Ibu Dian tetap mewujudkan layout tersebut.
Setelah beberapa hari mengimplementasikan layout tersebut, Ibu Dian bertanya
kepada murid-muridnya “apakah menurut kalian, layout ini membantu kalian untuk
belajar, bergerak dan berinteraksi dengan baik di kelas?”. Bu Dian
memberikan pertanyaan-pertanyaan reflektif untuk membantu siswa berefleksi.
Ternyata murid-murid Ibu Dian juga merasa bahwa layout tersebut tidak efektif.
Ada yang yang bilang tempat sampahnya ternyata kejauhan. Atau ternyata letak
lemari bukunya menghalangi orang untuk melihat ke luar jendela. Setelah
melakukan refleksi, Ibu Dian lalu mengajak murid-muridnya untuk memberikan
saran bagaimana agar layout kelas mereka bisa lebih efektif. Berdasarkan
masukan murid-murid, di minggu berikan layout kelas mereka pun diubah kembali
menjadi lebih efektif.
Situasi
2
Murid-murid Pak Waluyo, guru Kelas
5 SD, sedang mempelajari sebuah unit pembelajaran tentang “Pesawat Sederhana”.
Mereka mempelajari tentang konsep “gaya fisika” dan berbagai alat bantu
sederhana (misalnya tuas, katrol, bidang miring, dsb.) yang
dapat memudahkan pekerjaan manusia. Mereka juga mempelajari tentang kerja
pesawat sederhana. Salah satu kegiatan belajar yang dilakukan Pak Waluyo adalah
mengajak murid menemukan berbagai contoh pesawat sederhana yang ada atau
digunakan di sekolah mereka, misalnya seperti perosotan, jungkat-jungkit,
bidang miring, dan lain-lain. Murid-murid juga diajak untuk mendiskusikan
bagaimana pesawat sederhana tersebut bekerja. Mereka pun melanjutkan diskusi
dan pembelajaran di kelas dengan melakukan riset, eksperimen, dsb, baik dalam
bentuk kerja kelompok maupun individual. Sebagai tugas sumatif, mereka
mendapatkan tugas kelompok berupa proyek merancang sebuah model alat, yang
mengaplikasikan konsep-konsep terkait pesawat sederhana untuk
menyelesaikan permasalahan di sekolah mereka. Jadi murid diminta untuk mengidentifikasi
permasalahan yang ingin dipecahkan, pesawat sederhana yang dapat digunakan,
membuat desain modelnya dengan bahan-bahan bekas dan sederhana, kemudian
mempresentasikannya. Usai sesi presentasi dan refleksi bersama, Pak Waluyo
kemudian kembali mengundang murid untuk berpikir soal aksi nyata yang dapat
mereka lakukan dengan pengetahuan “pesawat sederhana” yang baru saja mereka
pelajari, untuk menyelesaikan permasalahan di tengah masyarakat dan lingkungan
sekitar mereka. Dalam proses ini, masalah, ide, rencana, inovasi
solusi, dan eksekusinya diserahkan kepada murid untuk dikerjakan secara mandiri
dengan dukungan Pak Waluyo sebagai guru, dan orang tua. Dari tantangan
tersebut, ternyata kemudian muncul beberapa solusi nyata dan orisinil dari
murid. Salah satunya, datang dari salah satu murid yang gemar berenang dan
menjadi tim renang di klub renang dekat rumahnya. Ia mencermati bahwa balok
start kolam renang di klub renang mereka terlalu miring
dan permukaannya terlalu licin, sehingga menurutnya itu tidak aman. Sang
Murid kemudian menyusun penjelasan yang melandasi kekhawatirannya itu
berdasarkan pemahamannya tentang friksi gesekan dan gaya yang bekerja
pada bidang miring. Ia khawatir saat anak-anak menggunakan kolam renang
tersebut dan mereka tidak hati-hati, maka akan berbahaya. Ia juga berkonsultasi
dengan orangtua dan Pak Waluyo untuk menguatkan argumen yang disusunnya.
Akhirnya, sang murid dengan bantuan Pak Waluyo membuat janji bertemu dengan
pengelola kolam. Murid tersebut kemudian mempresentasikan kekhawatiran dan
rekomendasi perbaikan balok star tersebut. Pengelola kolam sangat kagum dan
langsung merencanakan untuk masuk segera dalam proyek perbaikan bulan
mendatang. Tak lama kemudian, balok star itu pun
selesai diperbaiki.
Contoh
Program/Kegiatan Sekolah yang Mempromosikan, suara (voice), Pilihan dan
Kepemilikan Murid
Situasi 3
Di masa Pandemi ini, Ibu Santi,
seorang guru PAUD sangat menyadari bahwa meskipun murid-murid belajar dari
rumah, murid-murid harus tetap mendapatkan pengalaman belajar yang akan
membantu mereka mengembangkan seluruh aspek perkembangan anak secara maksimal.
Kebetulan, sekolahnya menerapkan sistem Belajar dari Rumah, yang
mengkombinasikan pembelajaran sinkron dan asinkron. Di dalam jadwal pelajaran
setiap harinya, akan ada waktu murid bertemu guru secara daring melalui Google
Meet, namun akan ada juga waktu bagi murid-murid ini untuk melakukan kegiatan
secara mandiri di rumah. Tujuannya, disamping agar murid-muridnya tidak terlalu
lama berhadapan dengan layar komputer, namun yang paling penting Ibu Santi
merasa murid-muridnya yang masih kecil-kecil ini perlu untuk belajar melalui
kegiatan yang bersifat nyata. Bu Santi kemudian membuat rancangan aktivitas
pembelajaran yang tertuang dalam bentuk ‘Choice Board’ atau “Papan Pilihan”.
Choice board ini berbentuk kotak-kotak (terdiri dari 9 kotak). Di dalam setiap
kotak dalam kisi-kisi tersebut, bu Santi menuliskan instruksi untuk berbagai
aktivitas berbeda yang dapat dilakukan oleh murid dalam satu hari.
Instruksinya cukup sederhana dan juga dilengkapi dengan gambar.
Jenis aktivitasnya juga sederhana, namun meliputi aktivitas yang mengembangkan
keterampilan kognitif, fisik- motorik, bahasa, sosial emosional, moral-agama,
dan seni. Salah satu kotak dari 9 kotak tersebut juga dikosongkan oleh bu
Santi untuk memberikan kesempatan murid menentukan sendiri satu kegiatan yang
ingin mereka lakukan bersama orang tua.
Beberapa contoh kegiatan yang
dimasukkan dalam grid tersebut,misalnya:
di kotak 1: bu Santi meminta murid
membuka dan menutup sebanyak mungkin tutup botol atau toples yang ada di rumah.
di kotak 2: bu Santi meminta murid ke luar rumah, melihat awan, dan kemudian
menggambarnya.di kotak 3: bu Santi meminta murid untuk menghitung jumlah kaus
yang ada di lemari pakaiannya dan mengidentifikasi warnanya.
di kotak 4: bu Santi meminta murid untuk melihat ke dapur mereka dan
mengidentifikasi ada warna apa yang mereka lihat di sana.dsb.
Kesemua aktivitas yang diminta
dapat dilakukan secara mandiri oleh murid atau dengan sedikit supervisi dari
orang tua atau orang dewasa di rumah. Choice Board dibuat oleh guru dalam
bentuk yang menarik dan dikirimkan oleh guru kepada orang tua melalui grup
whatsapp. Choice board ini akan dikirimkan kepada orang tua setiap minggu
sekali dan akan terdiri dari choice board yang berbeda setiap harinya (ada
choice board untuk Senin, Selasa, dsb). Terkadang, di choice board yang berbeda
hari akan ada kegiatan yang berulang, karena ada beberapa keterampilan yang
memang harus dilatih, sehingga menurut bu Santi pengulangan perlu dilakukan.
Saat pertemuan di Google Meet di pagi hari, bu Santi akan menjelaskan
instruksi-instruksi yang ada dalam choice board tersebut. Ibu Santi
memperbolehkan murid untuk memilih kegiatan apa saja yang mereka ingin lakukan,
mana kegiatan yang ingin dilakukan lebih dulu dan kapan mereka mau
melakukannya. Murid juga dipersilahkan memberikan ide kegiatan pada guru yang
akan kemudian dimasukkan oleh guru dalam choice board di hari berikutnya.
Karena bu Santi memahami orang tua mungkin bukan guru, maka setiap akhir minggu
(biasanya di hari Jumat) bu Santi juga akan meluangkan waktu untuk bertemu
dengan para orang tua murid untuk menjelaskan choice board untuk seminggu ke
depan. Bu Santi akan menjelaskan maksud dari setiap kegiatan yang diberikan,
tujuannya dan bagaimana orang tua atau orang dewasa lain di rumah dapat
membantu memastikan agar tujuan pembelajaran bisa tercapai. (misalnya:
pertanyaan apa yang harus diajukan pada murid saat mereka melakukan kegiatan
tersebut, panduan pengerjaannya, dsbnya). Bu Santi ingin orang tua tidak hanya
memastikan murid mengerjakan aktivitasnya, tetapi juga memahami tujuan
pembelajaran dibaliknya. Di hari berikutnya, saat pertemuan google meet
kembali, bu Santi kemudian akan meminta murid-muridnya untuk melakukan refleksi
terhadap kegiatan yang telah dilakukan di hari sebelumnya.
Situasi 4
Dalam masa pandemi ini, Pak Bahri,
seorang kepala sekolah SMA merasa galau karena sudah selama 1 tahun ajaran,
semua kegiatan ekstra kurikuler di sekolahnya harus dihentikan. Ia merasa
murid-muridnya masih perlu melakukan berbagai kegiatan yang dapat mengasah
minat dan bakat murid, meskipun di masa pandemi. Namun ia bingung, dengan
segala keterbatasan di masa pandemi ini, kira-kira kegiatan apa yang menarik
minat murid dan masih memungkinkan untuk dapat dilakukan secara daring. Ia
kemudian mengajak murid-murid yang menjadi anggota OSIS untuk bertemu secara
daring. Setelah menanyakan kabar, perasaan, dan umpan balik mereka tentang
kegiatan pembelajaran daring yang selama ini dilakukan, barulah Pak Bahri
kemudian menyampaikan kegalauannya. Ia tanyakan apakah murid-murid merasakan
kegalauan yang sama dengannya. Dari pertemuan tersebut, ia mengetahui ternyata
murid-murid juga merasakan kegalauan yang sama. Ia lalu menanyakan apakah
anak-anak memiliki saran atau gagasan, bagaimana mereka dapat tetap mengadakan
kegiatan ekstrakurikuler, walaupun secara daring, dan apa saja
kegiatan-kegiatan yang sekiranya menarik minat murid-murid. Ternyata,
murid-murid memiliki banyak sekali gagasan yang luar biasa tentang ragam
aktivitas yang dapat dilakukan. Namun, ada beberapa kegiatan yang
disarankan yang sepertinya sulit untuk dilakukan, karena Pak Bahri merasa bahwa
tidak ada guru yang memiliki keahlian untuk dapat mengajarkan kegiatan
tersebut. Pak Bahri pun menyampaikan kesulitan tersebut kepada para anggota
OSIS. Ternyata, murid-murid malah memberikan ide untuk meminta agar murid saja
yang mengajar kegiatan ekstrakurikuler tersebut. Mereka rupanya mengetahui ada
salah satu teman mereka yang “ahli’ melakukan hal tersebut. Mereka
mengatakan, guru cukup mensupervisi kegiatannya saja, tetapi murid yang
memang memiliki keahlian tersebutlah yang akan mengajarkan teknik-tekniknya.
Mereka juga bahkan mengajukan diri untuk membantu membujuk anak tersebut agar
bersedia menjadi ‘guru’ untuk kegiatan ekstra kurikuler tersebut. Akhirnya,
atas kesepakatan bersama, mereka memutuskan untuk melakukan beberapa kegiatan
ekstrakurikuler. Ada kegiatan yang diajar oleh guru, dan untuk beberapa
kegiatan yang tidak dapat diajarkan oleh guru, diajarkan oleh murid-murid
dengan supervisi guru. Mereka lalu mendiskusikan jadwal, sumberdaya yang
diperlukan, dan pengorganisasiannya. Dibantu oleh OSIS akhirnya kegiatan
tersebut dipromosikan dan ternyata, animo murid untuk terlibat dalam kegiatan
ekstrakurikuler tersebut sangat besar. Pak Bahri pun merasa senang.
Contoh
Program/Kegiatan Sekolah yang Mempromosikan, suara (voice), Pilihan dan
Kepemilikan Murid
Situasi 5.
Dalam satu kesempatan, sebuah SMK
menjalankan pembelajaran terintegrasi berbasis proyek. Mata pelajaran normatif
yang terkait adalah Bahasa Indonesia (BI), Teknologi Informasi dan Komunikasi
(TIK) sebagai mata pelajaran adaptif, dan mata pelajaran Teknologi Pakan Ternak
(TPK) sebagai mata pelajaran produktif. Guru pelajaran TPK menantang murid
untuk mengidentifikasi potensi pakan ternak organik dari lingkungan dan
masyarakat sekitar berikut permasalahannya, kemudian menawarkan solusi untuk
mengembangkannya. Tawaran solusi akan dipaparkan melalui presentasi yang secara
teknis akan dinilai oleh Guru TIK dan secara konten bahasa akan dinilai oleh
Guru BI. Dalam perjalanan, para murid terlebih dahulu memutuskan untuk
menciptakan pakan ternak organik bagi peternakan ayam negri (broiler) di
sekolahnya. Selama ini pakan yang digunakan adalah pakan jadi yang dibeli oleh
sekolah. Para murid kemudian mencari, dan menguji coba berbagai sumber pakan
organik di sekitar lingkungan mereka dan mengolahnya menjadi pakan ayam
broiler. Akhirnya, mereka pun menemukan sumber pakan yang paling cocok dan
ekonomis untuk skala produksi kala itu adalah cacing sutra yang diternak cukup
banyak oleh masyarakat di sekitar sekolah. Setelah beberapa uji coba, mereka
juga menemukan bahwa daging ayam broiler yang mengkonsumsi pakan dengan bahan
utama cacing sutra memiliki massa daging
lebih banyak dibanding yang mengkonsumsi pakan ternak biasa. Sekolah melihat
hal ini dan menghubungkan para murid dengan media TV lokal untuk membagikan apa
yang mereka lakukan. Tak dikira, hal tersebut dianggap menarik oleh sebuah
waralaba ayam goreng internasional yang beroperasi di kabupaten mereka dan
memutuskan untuk menguji dan akhirnya menyatakan bahwa produk daging ayam
broiler murid-murid ini layak untuk digunakan. Para murid pun diminta
untuk memasok sebagian daging ayam untuk franchise tersebut. Selain memproduksi
sendiri daging ayam broiler di sekolah, para murid juga mengajak masyarakat
peternak broiler di sekitar sekolah untuk menggunakan pakan buatan mereka
sehingga menghasilkan volume daging yang cukup untuk memasok
daging ayam ke waralaba tersebut.
Situasi 6
Dalam perjalanan menuju sekolah,
seorang murid di sebuah SMK jurusan mesin melihat seorang ibu yang mengalami
kesulitan saat memarut kelapa karena parutan sudah rusak. Melihat hal itu, murid
mempunyai ide untuk dapat membantu kesulitan ibu tersebut dengan memanfaatkan
alat yang ada di sekolah untuk dibuat mesin parut kelapa. Meskipun berbagai
jenis mesin parut kelapa sudah banyak tersedia, tapi murid itu
berkeinginan untuk memanfaatkan bahan-bahan bekas yang dimiliki sekolahnya.
Gagasan untuk membuat mesin parut sederhana kemudian disampaikan kepada Bu Sri,
gurunya. Setelah mendengarkan cerita dan gagasan murid, Bu Sri menyetujui dan
memberikan kesempatan pada murid untuk mencari solusi permasalahan tersebut. Bu
Sri meminta mereka mencari tahu dan mempelajari tentang cara kerja mesin parut
yang sederhana terlebih dulu. Karena pembuatan mesin parut bukan hal yang cukup
mudah, murid berinisiasi untuk bekerja bersama dengan beberapa murid. Dengan
bimbingan guru mereka pun dapat mengembangkan ide dan alternatif jenis alat,
bahan, cara kerja mesin yang dapat membantu pekerjaan memarut kelapa tersebut.
Dalam kurun waktu kurang dari seminggu, sebuah mesin parut sederhana sudah
berhasil diciptakan. Murid-murid mulai menguji cobakan jalannya mesin tersebut,
ternyata ada beberapa bagian yang terasa belum bisa digunakan secara efektif
dan efisien. Melihat hal tersebut, dilakukan diskusi bersama, masing-masing
menyampaikan ide-ide dan mencari berbagai alternatif solusi agar mesin itu bisa
bekerja dengan efektif dan efisien. Dengan menggunakan alternatif solusi dari
beberapa murid, mesin itu pun diujicobakan kembali. Hasil kerja mesin tersebut
ternyata dapat bekerja dengan baik sesuai yang diharapkan. Pada akhirnya murid
tersebut membuat 2 mesin sederhana untuk memarut kelapa dan menyerahkan kepada
ketua lingkungan setempat. Ketua lingkungan yang diwakili oleh RT dan RW
setempat mengapresiasi hasil karya murid SMK tersebut dan meminta mereka untuk
berbagi keterampilan membuat mesin pemarut kelapa sederhana kepada pemuda
di Karang Taruna lingkungan. Pihak RT dan Rw menyediakan fasilitas
tempat, peralatan, dan bahan-bahan yang diperlukan oleh
murid-murid. Pihak sekolah menyambut baik dan memberikan kesempatan
lagi kepada murid-murid untuk mendiskusikan dan mempersiapkan kegiatan
berbagi keterampilan kepada pemuda di lingkungan sekitar sekolah.
Contoh
Program/Kegiatan Sekolah yang Mempromosikan, suara (voice), Pilihan dan
Kepemilikan Murid
Video di situasi 7 menggambarkan
tentang kegiatan komunitas belajar di SD Salam yang menggambarkan suasana pasar
tradisional dengan murid yang berperan sebagai pedagang, penjual. Dengan
kegiatan ini terlihat bagaimana suara, pilihan, dan kepemilikan murid
didorong. Untuk lebih jelasnya, mari kita simak bersama tayangan video berikut
ini.
Lingkungan yang Menumbuhkembangkan Kepemimpinan Murid
Setelah membaca contoh-contoh di
atas, kami yakin Bapak/Ibu telah mulai dapat lebih memahami apa yang dimaksud
dengan kepemimpinan murid dan pentingnya mempertimbangkan aspek suara, pilihan,
dan kepemilikan murid dalam menumbuhkembangkan kepemimpinan murid.
Sekarang, kami
ingin Bapak/Ibu meluangkan waktu untuk membaca
materi tentang ‘Lingkungan yang Menumbuhkankembangkan
Kepemimpinan Murid’ dan ‘Peran Keterlibatan Komunitas
dalam Menumbuhkembangkan Kepemimpinan Murid’ di bawah ini. Materi
ini akan menjadi dasar bagi bagi Bapak/Ibu saat berdiskusi di Forum Diskusi
saat pembelajaran 3 nanti.
Sebagaimana padi yang hanya akan
tumbuh subur pada lingkungan yang sesuai, maka program/kegiatan sekolah yang
berdampak pada murid dan menumbuhkembangkan kepemimpinan murid pun akan tumbuh
dengan lebih subur jika sekolah dapat menyediakan lingkungan yang cocok.
Lingkungan yang menumbuhkembangkan
kepemimpinan murid memiliki beberapa karakteristik, diantaranya
adalah:
- Lingkungan yang menyediakan kesempatan
untuk murid menggunakan pola pikir positif dan merasakan emosi
yang positif, hingga berkemampuan dan berkeinginan untuk memberikan
pengaruh positif kepada kehidupan orang lain dan sekelilingnya.
- Lingkungan yang mengembangkan keterampilan
berinteraksi sosial secara positif, arif dan bijaksana.
- Lingkungan yang melatih keterampilan
yang dibutuhkan murid dalam proses pencapaian
tujuan akademik maupun non-akademiknya.
- Lingkungan yang melatih murid
untuk menerima dan memahami kekuatan diri, sesama, serta
masyarakat dan lingkungan di sekitarnya.
- Lingkungan yang membuka wawasan murid
agar dapat menentukan dan menindaklanjuti tujuan, harapan atau
mimpi yang manfaat dan kebaikannya melampaui pemenuhan
kepentingan individu, kelompok, maupun golongan.
- Lingkungan tersebut berkomitmen
untuk menempatkan murid sedemikian rupa sehingga aktif menentukan proses
belajarnya sendiri.
- Lingkungan tersebut menumbuhkan
daya lenting dan sikap tangguh murid untuk terus bangkit di
tengah kesempitan dan kesulitan.
(di sadur dari Noble Noble, T. & H. McGrath, 2016)
Peran Keterlibatan Komunitas
dalam Menumbuhkembangkan Kepemimpinan Murid.
Dalam rangka mewujudkan lingkungan
belajar yang dapat menumbuhkan kepemimpinan murid, guru dan sekolah tentunya
tidak dapat bekerja sendiri. Mereka akan memerlukan dukungan dari berbagai
pihak. Salah satunya dari komunitas. Di dalam bahasan selanjutnya di bawah
ini, kita akan membahas bagaimana peran keterlibatan komunitas dalam
menumbuhkembangkan kepemimpinan murid.
Dalam modul 3.2, Bapak dan Ibu
sudah mempelajari bahwa salah satu dari tujuh aset/modal yang dapat menjadi
kekuatan sekolah yaitu aset sosial. Komunitas adalah bentuk dari aset sosial
yang dimiliki sekolah yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas
program/kegiatan pembelajaran di sekolah. Yang dimaksud dengan komunitas di
sini dapat terdiri dari murid, guru, orang tua, orang dewasa lain yang ada di
sekitar murid, dan masyarakat atau lingkungan sekitar, yang baik secara
langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi proses belajar murid.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi sendiri, telah mengamanatkan
tentang pentingnya kemitraan antara sekolah dengan orang tua dan
masyarakat. Kemitraan ini disebut dengan “tri sentra pendidikan”.
Kemitraan tri sentra pendidikan adalah kerjasama antara satuan pendidikan,
keluarga, dan masyarakat yang berlandaskan pada asas gotong royong, kesamaan
kedudukan, saling percaya, saling menghormati, dan kesediaan untuk berkorban
dalam membangun ekosistem pendidikan yang menumbuhkan karakter dan budaya
prestasi peserta didik. Melalui pemberdayaan, pendayagunaan, dan kolaborasi tri
sentra pendidikan ini, maka keterlibatan yang bermakna dari orangtua dan
anggota masyarakat dalam proses pembelajaran menjadi fokus yang perlu terus
diupayakan oleh sekolah.
Sebagai pusat dari proses pendidikan, murid ‘berada’ dalam lintas komunitas. Mereka
dapat berada sekaligus pada:
- komunitas keluarga (anggotanya dapat
terdiri orang tua, kakak, adik, pengasuh , dsb)
- komunitas kelas dan antar kelas
(anggotanya dapat terdiri teman sesama murid, guru)
- komunitas sekolah (anggotanya dapat terdiri
dari kepala sekolah, pustakawan, penjaga sekolah, laboran, penjaga
keamanan, tenaga kebersihan, petugas kantin, dsb)
- komunitas sekitar sekolah (anggotanya
dapat terdiri dari RT/RW, tokoh masyarakat setempat, puskesmas, tokoh
agama setempat, dsb)
- komunitas yang lebih luas. (anggotanya
dapat terdiri dari organisasi masyarakat, dunia usaha, media, universitas,
DPR, dsb)
Kesemua komunitas tersebut
secara langsung maupun tidak langsung memengaruhi proses pembelajaran murid.
Komunitas-komunitas tersebut merupakan aset sosial yang dapat dimanfaatkan
untuk meningkatkan kualitas program/kegiatan pembelajaran di sekolah, termasuk
dalam menumbuhkembangkan kepemimpinan murid, yaitu dengan bersama-sama ikut
mempromosikan dan mendorong ‘suara, pilihan, kepemilikan’ dalam berbagai peran
yang mereka mainkan dan interaksi mereka dengan murid.
Peran Keterlibatan Komunitas
dalam Menumbuhkembangkan Kepemimpinan Murid.
1.
Komunitas keluarga
Bagaimana kita dapat melibatkan
masing-masing komunitas tersebut untuk membantu kita mempromosikan dan mendorong ‘suara, pilihan, kepemilikan’ murid?
Mari kita coba bahas satu persatu.
Komunitas yang pertama dan utama
bagi murid adalah keluarga mereka. Murid mungkin akan lebih
banyak menghabiskan waktu bersama keluarga
mereka di rumah dibandingkan di sekolah. Oleh karena itu, sebagai pendidik,
kita harus berusaha mencari cara bagaimana keluarga dapat ikut mengambil peran
untuk ikut mendorong munculnya suara, pilihan, dan kepemimpinan murid.
Beberapa pertanyaan berikut
mungkin dapat membantu Bapak/Ibu ketika berpikir akan mendorong keterlibatan
mereka.
- Sejauh mana orang tua telah memahami
visi dan misi sekolah kita terkait dengan upaya kita menumbuhkan
kepemimpinan murid? Apakah mereka memahami apa yang kita maksud
dengan voice, choice, dan ownership? Apa yang perlu kita
lakukan untuk meningkatkan pemahaman mereka?
- Apakah keterlibatan orangtua dalam
program/kegiatan pembelajaran di kelas atau sekolah kita selama ini telah
mendorong dan menguatkan voice, choice, dan ownership murid,
atau justru sebaliknya melemahkannya? (misalnya apakah orang tua justru
mengambil peran yang seharusnya dapat dilakukan oleh murid dengan dalih
‘ingin membantu’?)
- Kesempatan-kesempatan apa sajakah yang
telah kita berikan kepada orang tua untuk terlibat dalam program/kegiatan
pembelajaran (baik intra, ko, ekstra kurikuler) yang kita lakukan di kelas
atau sekolah? Sejauh mana kesempatan tersebut ditujukan untuk
mendorong voice, choice, dan ownership murid dan
membantu terwujudnya kepemimpinan murid?
- Apa yang sudah kita lakukan untuk
membuat orangtua memahami apa yang sedang dilakukan oleh anak-anak mereka
dalam program/kegiatan pembelajaran yang dilakukan di kelas atau sekolah?
( sehingga mereka dapat terlibat dalam percakapan atau komunikasi yang
otentik dan relevan dengan anak-anak mereka terkait dengan apa yang sedang
dipelajari oleh mereka di sekolah)
Kami berharap, lewat beberapa pertanyaan di atas,
Bapak/Ibu dapat lebih ‘mindful’ saat ingin melibatkan orang tua dalam
proses/kegiatan pembelajaran di sekolah, agar tujuan kita dalam mewujudkan
kepemimpinan murid yang memiliki voice, choice, dan ownership dapat
tercapai.
Di bawah ini adalah beberapa
contoh strategi yang dapat kita lakukan untuk melibatkan keluarga dalam program/kegiatan pembelajaran murid untuk menumbuhkan
kepemimpinan murid.
Keluarga |
|
2.
Komunitas kelas dan antarkelas
Komunitas kelas terdiri dari
murid, guru, atau wali kelas, baik yang ada di kelas murid sendiri maupun di
kelas lainnya. Bagaimana guru menavigasi interaksi mereka dengan murid dan
interaksi antara murid dengan murid akan sangat mempengaruhi bagaimana voice,
choice, ownership murid dapat diwujudkan. Oleh karenanya, peran
Bapak/Ibu sangatlah besar disini.
Beberapa pertanyaan berikut
mungkin dapat membantu Bapak/Ibu untuk memikirkan tindakan apa yang dapat
dilakukan oleh Bapak/Ibu untuk mempromosikan voice, choice, ownership di dalam
kelas.
- Apa yang telah saya lakukan untuk
mendorong inkuiri/rasa ingin tahu dan kreativitas murid?
- Apakah saya telah memastikan murid
memahami apa yang menjadi target dari program/kegiatan pembelajaran
mereka? (sehingga murid dapat mengatur dirinya sendiri dan memantau upaya
mereka dalam mencapai target tersebut)
- Apa yang telah saya lakukan untuk
membantu murid membangun pemahaman mereka sendiri? Apakah saya selalu
memberikan jawaban pada murid? Seberapa sering saya mengatakan “Bapak/Ibu
juga belum mengetahui jawabannya. Mari kita cari bersama-sama!”
- Apakah saya memberikan ‘wait time’
saat bertanya kepada murid untuk memberikan mereka kesempatan berpikir?
- Sejauh mana saya telah mengkoneksikan
pelajaran dengan kehidupan sehari-hari murid?
- Seberapa sering saya mengajak
murid-murid melakukan refleksi?
- Sudahkah saya bertanya tentang apa yang
mereka ingin pelajari dan apa yang mereka minati?
- Sejauh mana saya memberi kesempatan
murid untuk memilih cara, dengan siapa dan bagaimana mereka belajar?
- Apa yang telah saya lakukan untuk
membawa murid ke ‘luar’ kelas/sekolah dan mengkoneksikan mereka dengan
masyarakat dan dunia yang lebih luas?
- dsb.
Di bawah ini adalah beberapa contoh strategi yang mungkin
dapat Bapak/Ibu lakukan untuk untuk menumbuhkan kepemimpinan murid dalam lingkup kelas.
Komunitas
Kelas dan Antar Kelas (misalnya guru, kepala sekolah, murid-murid) |
|
3.
Komunitas sekolah
Komunitas sekolah di sini adalah pihak-pihak
yang aktif berkegiatan di sekolah (mungkin tidak berada di kelas setiap hari ),
namun ada dalam hidup keseharian sekolah serta murid-murid di sekolah. Kepala
sekolah, konselor, staf administrasi, tukang parkir, pustakawan, bapak/ibu
kantin, penjaga sekolah,
pengawas sekolah, komite sekolah, anggota yayasan serta lainnya adalah contoh
anggota komunitas sekolah. Walaupun mereka tidak secara langsung mengajar murid
di kelas atau terlibat dalam program/kegiatan pembelajaran secara langsung,
namun lewat peran dan apa yang mereka lakukan mempengaruhi proses belajar
murid. Mempertimbangkan peran mereka dalam mendorong voice, choice, dan
ownership akan membantu kesuksesan upaya kita dalam menumbuhkan
kepemimpinan murid.
Beberapa pertanyaan berikut mungkin dapat membantu
Bapak/Ibu untuk memikirkan bagaimana Bapak/Ibu dapat melibatkan mereka dalam mempromosikan
voice, choice, ownership di dalam berbagai
program/kegiatan pembelajaran di kelas dan sekolah.
- Sejauh mana anggota komunitas sekolah (misalnya
tukang parkir, satpam, penjaga kantin, pustakawan, tenaga kebersihan)
telah memahami visi dan misi sekolah kita terkait dengan upaya kita
menumbuhkan kepemimpinan murid? Apakah mereka memahami apa yang kita
maksud dengan voice, choice, dan ownership? mengapa pemahaman
mereka menjadi penting? Apa yang perlu kita lakukan untuk meningkatkan
pemahaman mereka?
- Apakah saya mengetahui apa saja yang
dapat pustakawan sekolah saya kontribusikan untuk mendukung suara,
pilihan, dan kepemilikan murid? Seberapa sering saya mengajak pustakawan
terlibat dalam proses perencanaan program/kegiatan pembelajaran di
kelas/sekolah saya?
- Bagaimana tenaga kependidikan, dari
mulai tukang parkir, satpam, sampai penjaga kantin dapat saya dorong untuk
membantu membangun lingkungan belajar yang positif dan menghargai suara,
pilihan, dan kepemilikan murid?
- Bagaimana saya dapat melibatkan mereka
untuk membantu mengoneksikan murid-murid saya dengan dunia di luar kelas
mereka sehingga murid-murid dapat memperluas pembelajaran mereka dan
mewujudkan suara serta pilihan mereka?
Di bawah ini adalah beberapa contoh strategi yang mungkin
dapat Bapak/Ibu lakukan untuk untuk melibatkan komunitas sekolah untuk
membantu menumbuhkan kepemimpinan murid. Dapatkah Bapak/Ibu memberikan contoh
lainnya?
Komunitas Sekolah ( misalnya tukang parkir, pustakawan, laboran, penjaga sekolah, petugas kantin,
satpam, tenaga kebersihan, dsb) |
|
5. Komunitas sekitar sekolah
Komunitas sekitar sekolah adalah
komunitas yang berada di luar sekolah namun masih dalam lingkup sekitar
sekolah, atau yang dapat kita sebut sebagai masyarakat. Dalam komunitas ini
termasuk apa dan siapa pun yang berada dalam radius yang dekat dengan sekolah,
misalkan: tempat ibadah, rumah sakit, warung, usaha di dekat sekolah,
bisnis yang terkait dengan operasional sekolah (provider ATK, dan lainnya),
perusahaan di mana orang tua bekerja, hingga keluarga besar dari tiap murid
atau orang tua. Mereka mungkin tampak tidak ada kaitannya dengan
program/kegiatan pembelajaran murid di kelas atau sekolah kita, namun memiliki
potensi untuk mendorong suara, pilihan, dan kepemilikan murid karena peranan
yang dapat mereka mainkan.
Beberapa pertanyaan berikut mungkin
dapat membantu Bapak/Ibu untuk memikirkan bagaimana melibatkan komunitas
sekitar sekolah untuk membantu mempromosikan voice, choice, dan
ownership.
- Apakah saya mengetahui isu-isu yang
sedang terjadi di dalam masyarakat yang ada di sekitar sekolah? Bagaimana
saya dapat mengetahuinya?
- Bagaimana saya dapat membawa isu-isu
tersebut ke dalam kelas dan mentrasnformasikannya menjadi wahana untuk
mewujudkan suara, pilihan dan kepemilikan murid?
- Bagaimana saya dapat membuka ruang
dialog dengan masyarakat sekitar sehingga saya dapat mengomunikasikan
harapan saya tentang kepemimpinan murid yang ingin saya wujudkan di diri
murid-murid saya?
Di bawah ini adalah beberapa contoh
strategi yang mungkin dapat Bapak/Ibu lakukan untuk untuk melibatkan
komunitas sekitar sekolah untuk membantu menumbuhkan kepemimpinan murid.
Dapatkah Bapak/Ibu memberikan contoh lainnya?
4. Komunitas yang lebih luas
Komunitas yang terakhir adalah komunitas yang jauh dari sekolah
namun berpeluang dan mampu mempengaruhi sekolah. Media massa (lokal, nasional, regional, dunia), media
sosial, universitas, pemerintah (daerah, pusat), ormas, parpol, dunia
usaha, dunia industri, dan lainnya merupakan contoh dari komunitas yang lebih
luas.
Walaupun komunitas ini mungkin
tidak langsung berinteraksi dengan murid-murid kita, namun keberadaan mereka
mungkin dirasakan anak-anak atau mempengaruhi anak-anak. Contoh, meskipun
mereka tidak berinteraksi langsung dengan para
youtuber, namun apa yang dilakukan oleh youtuber dan pendapat-pendapat mereka
mungkin mempengaruhi anak-anak. Oleh karena itu, peran komunitas yang lebih
luas ini dalam membantu mewujudkan kepemimpinan murid yang mempromosikan suara,
pilihan dan kepemilikan murid voice, choice, dan ownership
bisa menjadi signifikan.
Beberapa pertanyaan berikut mungkin dapat membantu
Bapak/Ibu untuk memikirkan bagaimana dapat melibatkan komunitas yang lebih luas
untuk membantu mempromosikan suara, pilihan dan kepemilikan murid voice,
choice, dan ownership.
- Siapa sajakah yang termasuk dalam
komunitas yang lebih luas ini? Bagaimana mereka dapat secara langsung maupun
tidak langsung dapat berpengaruh dalam program/kegiatan pembelajaran
di kelas/sekolah?
- Apakah memungkinkan bagi saya untuk
melibatkan mereka secara langsung dalam program/kegiatan pembelajaran yang
saya lakukan di kelas/sekolah saya?
- Jika tidak memungkinkan, bagaimana saya
dapat memanfaatkan konten, produk, dari komunitas ini (misalnya berita
terkini, artikel, jurnal penelitian, peraturan, kebijakan) dan membawanya
ke kelas/sekolah untuk memunculkan inkuiri murid-murid saya?
- Komunikasi seperti apa yang harus saya
lakukan untuk mendorong keterlibatan?
Komunitas-komunitas yang mendukung
kepemimpinan murid tentunya akan memahami bahwa sesungguhnya murid-murid memiliki
suara, pilihan, dan kepemilikan. Mereka akan berusaha menciptakan
kesempatan-kesempatan yang mendorong tumbuhnya dan berkembangnya berbagai sikap
dan keterampilan-keterampilan penting dalam diri murid, misalnya sikap percaya
diri, mandiri, kreatif, gigih, keterampilan berpikir kritis, dalam berbagai
interaksi yang mereka lakukan dengan murid, sehingga murid akan
senantiasa merasa didukung, berdaya, dan memiliki efikasi diri yang tinggi.
Komunitas memiliki peran penting
dalam membantu mewujudkan lingkungan belajar yang mendukung tumbuhnya
kepemimpinan murid karena:
- membantu menyediakan kesempatan bagi
murid untuk mewujudkan pilihan dan suara mereka.
- membantu murid untuk belajar melihat dan
merasakan dampak dari pilihan dan suara yang dibuatnya.
- membantu membentuk identitas diri dan
efikasi diri murid yang lebih kuat.
- membantu murid untuk dapat tumbuh
menjadi agen perubahan yang dapat memberikan kontribusi yang berarti
terhadap diri sendiri, orang lain, masyarakat serta lingkungan di
sekitarnya.
Kita dapat melibatkan lintas komunitas tersebut dalam
proses pembelajaran murid. Namun, yang perlu diingat, jika kita ingin keterlibatan mereka dapat membantu
mewujudkan kepemimpinan murid, maka keterlibatan mereka harus dapat
mendorong aspek suara, pilihan dan kepemilikan murid. Jangan sampai
keterlibatan komunitas justru membuat ketiga aspek tersebut menjadi berkurang.
Untuk dapat mempromosikan aspek suara, pilihan, dan
kepemilikan murid, berikut adalah beberapa prinsip yang dapat dijadikan panduan
dalam membangun interaksi murid dengan komunitas:
- Membangun suasana yang menghargai
murid.
Hal ini agar dalam interaksinya dengan komunitas, murid akan senantiasa
merasa disambut. dipercaya, dan aman secara fisik dan emosional.
- Mendengarkan murid. Agar dapat tercipta sikap saling
memahami dan saling percaya, maka perlu ada upaya untuk mendengarkan murid
dengan tulus dan penuh perhatian. Terkadang mungkin tidak mudah melakukan
hal ini karena tidak semua anak-anak mampu mengekspresikan apa yang ada
dipikirannya dengan jelas. Perlu adanya kesabaran dan empati dari
komunitas.
- Dialog atau komunikasi dengan murid. Saat membangun pemahaman, murid akan
mengkonstruksi pemahamannya melalui proses refleksi dari pengalaman
interaksinya dengan lingkungan dan orang-orang disekitarnya. Oleh
karenanya, berkomunikasi dengan murid secara demokratis dan setara menjadi
penting. Komunikasi ini harus bersifat dua arah dan bersifat dialog dengan
murid, dan bukan bersifat orang dewasa yang ‘memberi perintah’ kepada
murid. Dengan meluangkan waktu untuk berdialog dan
menanggapi gagasan murid tentang tindakan mereka, akan membantu murid
untuk sampai pada pemahaman.
- Menempatkan murid dalam kursi pengemudi. Dalam proses pembuatan keputusan,
komunitas dapat memberikan saran atau mendorong ide-ide murid, namun pada
akhirnya perlu memastikan bahwa murid lah yang akan mengambil keputusan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar